BOYOLALI (jatimlines.id) – Ada tradisi unik di desa kawasan lereng Gunung Merapi Boyolali. Tradisi tersebut selalu digelar setiap tahun, satu pekan setelah hari raya Lebaran. Mereka menyebutnya Bakdan Sapi (Lebaran sapi-red), yakni hewan ternak milik warga dikirab keliling kampung sebagai ungkapan rasa syukur kepada Sang Pencipta.

Sejak pagi, Rabu 17 April 2024 warga Dusun Mlambong Desa Sruni Kecamatan Musuk, Boyolali sudah berkerumun di jalan desa setempat. Dengan beralas tikar mereka menggelar kenduri, mereka juga berbagi aneka makanan, saling bertukar lauk diantara para warga.

Usai kenduri, acara pun berlanjut, dimana hewan ternak milik warga diberi makan ketupat. Baik kambing maupun sapi hingga unggas.

Setelah itu, jalan desa pun kembali dipadati warga. Sekitar pukul 08.00 waktu setempat, arak-arakan dimulai. Dari gunungan hasil bumi setinggi dua meteran, diikuti tari topeng ireng dan ratusan sapi dan kambing. Arak-arakan dimulai ke panggung utama di timur Dusun Mlambong. Ada pula sapi-sapi yang diarak dari timur, Desa Sruni menuju panggung di Dusun Mlambong. Ada yang menunggangi sapi-sapi itu.

Begitu sampai di panggung utama, tumpeng raksasa itu pun menjadi sasaran warga untuk ngalap berkah. Mereka langsung menyerbu hasil bumi. Mereka berebut aneka sayuran dan buah-buahan. Hasil bumi yang didapat tidak untuk dimasak. Melainkan untuk ditanam di lahan pertanian maupun pakan ternak. Simbol mengalap berkah dari bagian tradisi syawalan ini.

“Saya ambil daun adas sama terong dan buncis. Ini kan pelestarian nanti buat berkahnya aja, tanaman biar subur,” kata Nanik warga setempat.

Ia mengaku juga memiliki beberapa ekor sapi. Nantinya, hasil bumi yang didapat itu juga akan diberikan pada sapi. “Nanti dikasihkan sapi biar tambah banyak. Tiap tahun ikut untuk ngalap berkah, biar kedepannya bisa lebih baiklah rezekinya.”

Tokoh masyarakat Sruni, Jaman mengatakan tradisi ini sudah menjadi agenda tahunan, konon merupakan tradisi peninggalan wali songo dalam menghormati baginda Nabi Sulaiman. Selain itu kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat kerukunan masyarakat, sembari memeriahkan lebaran dan mengisi bulan syawal.

Disebutkan, 99 persen warga Mlambong merupakan petani dan peternak, lalu 100 persen umat muslim. Arak-arakan ini diikuti 300 sampai 400 sapi dan kambing.

“Secara filosofi tradisi ini untuk mempererat kerukunan dan silaturahmi. Lalu arak-arakan sapi ini imbasnya sapi saling bertemu. Yang awalnya belum bunting lalu timbul birahi dan bisa bunting. Lalu mitos juga bertani hasilnya juga melimpah. Selain untuk susu dan daging, kotoran dimanfaatkan untuk pupuk. Penyubur lahan warga,” tambahnya. (gim)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan