Pertamina Disorot: Dugaan Oplosan BBM, Kasus Korupsi Besar, dan Dampak Ekonomi
SPBU Pertamina. Sumber: (pertaminaretail.com)

Indonesia, JATIMLINES.ID – PT Pertamina (Persero) menegaskan bahwa produk bahan bakar minyak (BBM) yang beredar di pasaran telah memenuhi standar yang ditetapkan, sekaligus membantah dugaan adanya pencampuran (oplosan) antara Pertalite (RON 90) dan Pertamax (RON 92). Sabtu, 8/3/2025.
Fadjar Djoko Santoso, Vice President Corporate Communication Pertamina, menyatakan bahwa isu pencampuran BBM ini tidak sesuai dengan keterangan yang diberikan oleh Kejaksaan Agung. Pernyataan tersebut disampaikan dalam konferensi di Gedung DPD RI, Jakarta, pada Selasa, 25/2/2025.
Menurut Fadjar, terdapat kesalahpahaman dalam memahami informasi yang disampaikan Kejaksaan Agung (Kejagung). Ia menekankan bahwa yang menjadi perhatian Kejagung adalah terkait pemilihan RON 90 dan RON 92, bukan mengenai praktik pencampuran antara Pertalite dan Pertamax.
Namun, isu ini memicu reaksi dari masyarakat, terutama di media sosial. Sejumlah netizen menyuarakan kekhawatiran mereka terkait kualitas BBM yang diperoleh di lapangan.
“Kok bisa ada kasus kayak gini? Niatnya beli Pertamax buat merawat kendaraan, eh malah dapat yang kualitasnya kurang baik. Pantesan pernah ada masa beli Pertamax tapi terasa beda kualitasnya,” tulis Fhozy Ul-Haq melalui akun X @ghozyulhaq.
Menanggapi situasi ini, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) menyatakan bahwa konsumen memiliki hak untuk menuntut ganti rugi jika ditemukan adanya praktik pencampuran BBM yang merugikan.
“Konsumen berhak menggugat dan meminta ganti rugi kepada PT Pertamina melalui mekanisme hukum yang berlaku. Gugatan ini dapat diajukan secara bersama-sama apabila terdapat kerugian yang dialami oleh banyak pihak,” ujar Ketua BPKN RI, Mufti Mubarok, pada Rabu, 26/2/2025.
Mufti juga mengingatkan bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) mengatur hak-hak masyarakat untuk memperoleh produk sesuai dengan spesifikasi yang dijanjikan. Jika dugaan pencampuran terbukti, hal ini berpotensi melanggar hak konsumen atas informasi yang jelas dan benar terkait produk yang mereka beli.
Di sisi lain, pengamat ekonomi Ferry Irwandi mengungkapkan bahwa dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp193 triliun. Namun, menurutnya, angka ini bisa lebih besar jika dilakukan audit forensik secara menyeluruh.
“Masalah ini bukan hanya soal oplosan. Ada indikasi produksi sengaja diturunkan untuk membuka jalan bagi impor melalui pihak-pihak tertentu. Biaya logistik pun mengalami markup, sehingga menyebabkan harga lebih tinggi. Jika dilakukan audit secara komprehensif, dampaknya terhadap keuangan negara bisa jauh lebih besar. Belum lagi efek domino seperti inflasi, berkurangnya daya beli masyarakat, hingga potensi kerugian investasi,” jelas Ferry.
Berdasarkan laporan Kompas.com, sembilan orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi di PT Pertamina Patra Niaga. Para tersangka di antaranya terdiri dari pejabat tinggi Pertamina serta beberapa pihak swasta yang diduga terlibat dalam manipulasi produksi dan impor BBM.
Dalam perkembangan kasus ini, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah meminta masyarakat untuk tetap mendukung Pertamina sebagai perusahaan energi nasional.
“Kami mengimbau masyarakat agar tetap mendukung Pertamina. Kita harus mencintai produk dalam negeri,” ujar Febrie, dikutip dari Kompas TV.
Ia juga menyatakan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Pertamina untuk memastikan kualitas BBM yang beredar tetap sesuai standar.
“Kami telah meminta Pertamina untuk melakukan uji kualitas produknya secara transparan, dan saya yakin hal tersebut sudah dilakukan,” tambahnya.
Meski demikian, isu ini terus menjadi perhatian publik, khususnya terkait transparansi dan akuntabilitas Pertamina dalam menjaga mutu produk serta tata kelola perusahaan. Masyarakat menuntut langkah konkret dari Pertamina guna memulihkan kepercayaan konsumen.
Penulis: Fina Indriani
Editor: Schaldy