Jakarta – Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto, dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan atas keterlibatannya dalam kasus suap terkait dengan anggota DPR RI terpilih, Harun Masiku.

Vonis tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Rios Rahmanto, pada Jumat (25/7/2025).

Dalam putusannya, majelis hakim menilai terdakwa terbukti bersalah memberikan suap sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Namun, hakim menyatakan Hasto tidak terbukti melakukan perintangan penyidikan sebagaimana dakwaan pertama jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Selain pidana penjara, majelis hakim juga menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp 250.000.000,- dengan ketentuan apabila tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.

Tim jaksa penuntut umum KPK dalam persidangan menuntut Hasto dengan hukuman selama 7 tahun penjara serta denda Rp 600.000.000,- subsidair 6 bulan kurungan.

Jaksa menuding Hasto terlibat dalam penghalangan operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan pada 8 Januari 2020 sehingga Harun Masiku berhasil lolos dari penangkapan.

Selain itu, Hasto diduga memberikan bantuan dana suap senilai Rp 1,5 miliar yang sebagian sudah dicairkan sebesar Rp 400 juta.

Selama proses persidangan yang berlangsung beberapa bulan, Hasto dan kuasa hukumnya menyanggah semua tuduhan tersebut. Mereka menilai jaksa KPK tidak menghadirkan bukti dan saksi yang kredibel yang dapat menguatkan keterlibatan Hasto dalam tindakan suap dan perintangan penyidikan yang dituduhkan. Menurut pihak terdakwa, fakta yang dihadirkan lebih banyak berdasarkan asumsi dan keterangan penyelidik yang dekat dengan penyidikan.

Pasca putusan, Hasto Kristiyanto mengungkapkan tekadnya untuk menempuh pendidikan strata satu (S1) hukum sebagai respon atas pengalaman hukum yang dialaminya.

Hasto menyampaikan niatnya agar kelak dapat menjadi advokat yang membela masyarakat kecil yang biasa menjadi korban ketidakadilan kekuasaan.

“Dengan menjadi lawyer yang akan membela pihak-pihak yang menjadi korban ketidakadilan dari kekuasaan, khususnya wong cilik,” ujar Hasto dalam keterangannya di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat.

Ia menambahkan, keputusan menempuh studi hukum juga dilandasi persepsinya tentang adanya penggunaan hukum sebagai alat oleh kekuasaan untuk membungkam kritik.

Hasto menjelaskan bahwa sejak bulan April 2025, ia telah mendengar kemungkinan mendapat hukuman penjara dalam kasus ini.

Oleh sebab itu, pada bulan Juni 2025, ia telah mendaftarkan diri sebagai mahasiswa hukum di sebuah perguruan tinggi untuk mempersiapkan keahliannya membela keadilan.

Kasus ini bermula dari dugaan suap yang melibatkan anggota DPR RI terpilih hasil Pemilu 2019, Harun Masiku, kepada Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan agar dapat meloloskan Harun ke DPR.

Buntut dari perkara ini mengakibatkan penyidikan serta penangkapan sejumlah pihak yang terlibat.

Putusan ini menegaskan bahwa praktek transaksi suap di lingkungan penyelenggaraan Pemilu tetap menjadi perhatian serius penegak hukum dan publik.

Meski proses hukum berjalan, sejumlah pihak menilai penting untuk tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah sementara menunggu putusan berkekuatan hukum tetap.

Hasto Kristiyanto, yang selama ini dikenal sebagai tokoh partai besar, kini harus menjalani masa hukumannya sesuai vonis pidana yang dijatuhkan. 

Penulis: Win

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri