Kota Batu — Dalam upaya melestarikan dan memperbarui kesenian tradisional bantengan, Dinas Pariwisata (Disparta) Kota Batu mengambil langkah strategis dengan menghapus dua elemen tradisi yang selama ini menjadi bagian dari pertunjukan, yakni mberot dan kalap.

Kedua kebiasaan ini, yang secara tradisional merupakan manifestasi kerasukan roh halus dalam pertunjukan bantengan, kini kerap disalahpahami dan berkonotasi negatif di mata masyarakat modern.

Seni bantengan, yang memadukan unsur magis dan bela diri, tengah menjalani transformasi untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman tanpa kehilangan nilai dan estetika luhur warisan leluhur.

Kepala Bidang Kebudayaan Disparta Kota Batu, Sintiche Agustina Pamungkas — akrab disapa Iche — menegaskan bahwa upaya pendampingan dan pembinaan intensif tengah dijalankan, tidak hanya menyangkut manajemen sanggar, tetapi juga pelatihan seni pertunjukkan.

Dengan demikian, setiap penampilan bantengan diharapkan dapat menyampaikan kisah dan narasi yang mengedepankan filosofi serta nilai budaya yang mengakar.

“Kolaborasi dengan akademisi dan pelaku seni menjadi landasan utama dalam merumuskan ulang pakem seni bantengan,” ungkap Sintiche dengan penuh keyakinan.

Melalui kolaborasi ini, Disparta berupaya mengangkat bantengan sebagai seni yang tidak sekadar hiburan, namun juga sarana edukasi budaya yang memiliki kedalaman makna spiritual dan historis.

Dalam rangka mewujudkan visi tersebut, Disparta juga melakukan sosialisasi secara intensif kepada kelompok seni bantengan agar dapat menampilkan pertunjukan yang sarat makna.

Alih-alih menonjolkan mberot dan kalap sebagai manifestasi kerasukan atau kekerasan, kini kelompok bantengan diarahkan untuk mengembangkan narasi yang memuat elemen bela diri pencak silat yang artistik dan berkelas. Hal ini tidak hanya mengubah citra seni bantengan menjadi lebih positif, tetapi juga memberikan ruang eksplorasi kreativitas para seniman dalam mengekspresikan keindahan budaya.

Salah satu kelompok seni yang menjadi fokus pembinaan adalah Bantengan Nuswantoro, kelompok yang dikenal memiliki jumlah anggota bantengan mencapai 1.000 ekor.

1 2

Penulis: Win

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri