PASURUAN – Ustadz Abdullah menyampaikan ceramah di Musholla An Nur, Bangilan, Kota Pasuruan, pada Selasa (26/8/2025), yang mengupas tuntas berbagai jenis zakat, khususnya zakat perdagangan (zakat tijarah) dan zakat hasil pertanian (zakat al-mu’asyarat).

Zakat Perdagangan: Memutarkan Uang untuk Keuntungan

Ustadz Abdullah menjelaskan bahwa zakat tijarah atau zakat perdagangan memiliki pengertian yang lebih luas dari sekadar jual beli. Istilah tijarah diartikan sebagai “memutarkan uang untuk tujuan mendapatkan untung”. Ini mencakup berbagai kegiatan, termasuk produksi.

Contohnya, membeli kain dalam jumlah besar, lalu memotong dan menjahitnya menjadi baju untuk dijual. Meskipun secara umum disebut produksi, dalam konteks zakat ini tetap dianggap tijarah karena yang dijual adalah hasil dari pengolahan bahan baku yang dibeli.

Namun, ada jenis usaha yang tidak termasuk tijarah. Ustadz Abdullah mencontohkan usaha rental mobil. Belinya adalah barang (mobil), tetapi yang dijual adalah “manfaat” atau “jasa” dari mobil tersebut, bukan mobilnya itu sendiri. Oleh karena itu, usaha seperti rental mobil atau persewaan lainnya tidak terkena zakat tijarah.

Syarat dan Perhitungan Zakat Perdagangan:

  • Tujuan Profit: Zakat hanya wajib jika tujuan usaha adalah mendapatkan untung. Jika tujuannya untuk sosial, seperti yayasan atau pasar murah yang menjual rugi, maka tidak ada kewajiban zakat.
  • Waktu (Haul): Harta yang diperdagangkan harus sudah mencapai satu tahun penuh dalam hitungan tahun Hijriah.
  • Batas Minimal (Nisab): Nilai total dari tiga komponen—uang kas, stok barang, dan piutang—harus mencapai nisab. Nisab ini setara dengan harga 84 gram emas, yang diperkirakan sekitar Rp140 juta.
  • Kadar Zakat: Jika ketiga komponen harta tersebut telah memenuhi nisab dan haul, maka wajib dikeluarkan zakat sebesar 2,5%.
  • Catatan Penting: Utang tidak mengurangi perhitungan zakat. Jadi, meskipun seseorang memiliki utang, ia tetap harus menghitung zakat dari harta yang dimilikinya.

Zakat Hasil Pertanian: Aturan untuk Buah dan Biji-bijian

Ustadz Abdullah juga merinci aturan zakat untuk hasil pertanian. Ia menjelaskan bahwa tidak semua tanaman wajib dizakati. Yang termasuk kategori ini adalah:

  1. Buah-buahan: Hanya kurma dan anggur. Keduanya dianggap wajib karena pada masa Nabi, keduanya merupakan makanan pokok. Buah-buahan lain seperti durian atau mangga tidak dikenai zakat. Zakat menjadi wajib ketika buah sudah “layak konsumsi” atau sudah menjadi kering, seperti kurma atau kismis.
  2. Biji-bijian: Berlaku untuk biji-bijian yang merupakan makanan pokok di suatu daerah dalam kondisi normal, bukan dalam keadaan terpaksa. Sebagai contoh, beras di Jawa atau jagung di daerah lain yang menjadikannya makanan pokok.

1 2

Penulis: Firnas Muttaqin

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri