Moeldoko ketika diskusi

JAKARTA (jatimlines.id) – Kepala Staf Kepresidenan, Jenderal TNI (Purn) Dr. Moeldoko mendorong International Tripartite Rubber Council (ITRC) atau Dewan Karet Tripartit Internasional bisa berperan lebih optimal untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet di negara anggota ITRC.

Sebagai informasi, ITRC terdiri dari perwakilan dari tiga negara produsen karet terbesar di dunia, yakni Indonesia, Malaysia, dan Thailand. ITRC dibentuk pada 2001 dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani karet dan stabilitas harga karet.

Dalam pertemuan dengan perwakilan Malaysia Rubber Council (MRC) atau Dewan Karet Malaysia, di gedung Bina Graha Jakarta, Jum’at (5/1), Moeldoko mengatakan Indonesia bersama Malaysia dan Thailand telah menandatangani Deklarasi Bali atau Bali Declaration pada 2001. Dalam deklarasi tersebut, kata dia, ketiga negara sepakat untuk memastikan pendapatan yang adil dan menguntungkan bagi petani karet kecil.

“Kita harus bersama-sama memiliki komitmen untuk menaikkan kesejahteraan para petani karet rakyat di negara-negara anggota ITRC,” tegas Moeldoko.

Ia menambahkan kondisi industri dan produksi karet di Indonesia saat ini masih belum optimal karena menghadapi beberapa hambatan. Mulai dari produktivitas karet yang masih rendah, harga karet yang fluktuatif, perubahan iklim, kurangnya tenaga kerja terlatih untuk penyadapan karet, hingga rendahnya upah penyadap karet.

“Persoalan – persoalan ini harus dicarikan solusinya agar bisa meningkatkan harga karet dunia dan imbasnya ke naiknya pendapatan petani,” ujarnya.

Ketua Umum Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) ini pun menyambut baik usulan kerjasama Malaysia Rubber Council (MRC) atau Dewan Karet Malaysia terkait penerapan teknologi ethylene gas untuk penyadapan karet.

Teknologi ini dinilai dapat meningkatkan produksi karet hingga 50 persen, bahkan lebih. Selain itu juga dapat dilakukan saat hujan sehingga meningkatkan produktivitas perkebunan karet secara keseluruhan.

“Usulan MRC (teknologi ethylene gas) sangat bagus untuk diimplementasikan di perkebunan karet di Indonesia. Karena akan meningkatkan produksi karet per hektar per tahun, dan juga pohon karet bisa hidup lebih lama,” tuturnya.

Moeldoko berharap agar terlebih dahulu dilakukan piloting penerapan teknologi ethylene gas pada lahan karet rakyat dari awal simulasi, penyadapan, dan pengumpulan hasil penyadapan. Hal ini untuk mengetahui efektivitas dan efisiensi waktu dari teknologi tersebut.

Sebelumnya pada kesempatan yang sama, Chairman Malaysia Rubber Council (MRC), Dato Seri Supardi Md Noor mengatakan, penerapan teknologi ethylene gas di Malaysia berhasil meningkatkan produktivitas karet rakyat. Jika sebelumnya produksi hanya menghasilkan 1,4 ton per hektare per tahun, kini setelah diterapkan teknologi tersebut produksi karet mencapai 5,18 ton per hektare per tahun.

Hanya saja, imbuh Dato Seri Supardi, implementasi teknologi ethylene gas per pohon karet membutuhkan biaya yang cukup mahal, yaitu USD11 dalam setahun.

“Ini tentu dirasa akan sangat memberatkan buat petani rakyat, sehingga dibutuhkan skema pembiayaan yang inovatif untuk dapat mengakomodir gap tersebut,” terangnya.

Lebih lanjut, Dato Seri Supardi menyampaikan MRC telah menunjuk entitas bisnis yang akan membantu formulasi skema pembiayaan untuk penerapan teknologi ethylene gas pada perkebunan karet rakyat dan lainnya. Mulai dari pengolahan, produk jadi, hingga pemasaran ke seluruh dunia.

“Kami (MRC) siap bekerjasama agar teknologi tapping yang saat ini sedang diimplementasikan di Malaysia dapat segera diterapkan pada lahan-lahan perkebunan karet rakyat maupun milik pemerintah di Indonesia,” pungkasnya. (Edi)

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan