BATU, JATIMLINES.ID – Dalam era yang terus berkembang, pemahaman yang komprehensif terhadap doktrin Islam menjadi semakin penting bagi kita. Sudah saatnya kita meninggalkan pemaknaian doktrin Islam secara parsial dan beralih ke pendekatan kultural-sosiologis yang lebih mendalam dalam menginterpretasikannya. Contohnya, Hari Raya Idul Adha menjadi momentum yang menggambarkan perlunya solusi konkret dalam menangani masalah kebangsaan dan kenegaraan di Indonesia.

Sebagai sebuah negara yang terus berjuang untuk mewujudkan cita-cita para founding fathers-nya, Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan yang perlu segera diatasi. Salah satu tantangan utama yang harus dihadapi adalah bahaya laten korupsi yang dapat mengancam tatanan sosial dan ekonomi negara. Dengan pemahaman yang mendalam terhadap nilai-nilai Islam, Indonesia diharapkan mampu menemukan solusi yang tepat untuk melawan korupsi dan membangun masyarakat yang lebih adil dan bermartabat.

Korupsi, sebuah istilah yang berasal dari bahasa Latin yang berarti busuk dan rusak, telah merusak moral dan norma dalam masyarakat. Korupsi merupakan tindakan yang melawan hukum dan norma yang dilakukan untuk mencari keuntungan pribadi atau kelompok, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan dan merugikan keuangan negara. Meskipun pemberantasan korupsi telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, namun fakta lapangan menunjukkan bahwa bahaya laten korupsi masih mengintai.

Upaya untuk melawan korupsi telah dilakukan melalui berbagai cara, mulai dari sosialisasi, pencegahan, penyusunan regulasi hingga operasi tangkap tangan (OTT). Namun, upaya keras dan cerdas masih diperlukan untuk terus melawan virus korupsi yang sangat merugikan generasi bangsa.

Historisitas Islam mencatat bahwa perayaan Idul Adha merupakan bentuk ketundukan dan ketaatan terhadap perintah Allah swt, melalui kisah Nabi Ibrahim yang rela mengorbankan putranya sendiri, Nabi Ismail. Dalam konteks modern, Idul Adha mengajarkan pentingnya mengorbankan nafsu keduniaan dan menguatkan ketundukan kepada Allah, serta memperkuat tali persaudaraan sesama Muslim.

Pendekatan materialisme dan hedonisme yang menjadi inti dari kehidupan modern, memberikan ruang bagi munculnya korupsi. Doktrin Islam yang menekankan egaliterianisme dan solidaritas sosial, seharusnya menjadi pilar yang mampu memerangi perilaku koruptif dalam masyarakat.

Indonesia, dengan berbagai isu kerakyatan yang dihadapinya, masih memiliki harapan besar untuk bangkit dari krisis multidimensional yang tengah dihadapi. Problematika utama seperti korupsi seharusnya dilihat sebagai konsekuensi logis dari perkembangan kehidupan modern. Dengan upaya yang optimal, Indonesia masih memiliki kesempatan untuk menemukan solusi yang tepat.

Jurgen Habermas (2022) telah menyoroti bahwa modernisasi telah membawa pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan struktur sosial ekonomi, yang pada akhirnya menyebabkan berbagai krisis kemanusiaan yang berkepanjangan. Dari kemiskinan, tingginya angka kelahiran, kriminalitas, urbanisasi, hingga konflik antarwarga, semua menjadi dampak dari modernisasi yang terus berlanjut.

Seiring dengan itu, dalam perspektif identitas diri, manusia modern sering kali merasa hampa dan kehilangan arah. Terjebak dalam lingkaran materialisme dan hedonisme, tidak jarang manusia modern merasa perlu untuk mencari kembali nilai-nilai spiritualitas yang telah lama ditinggalkan. Hal ini menciptakan apa yang Husein Nasr kenal sebagai “keguncangan jiwa” (split personality), di mana manusia modern terkoyak antara dunia material dan kebutuhan spiritualnya.

Krisis identitas ini mencerminkan kompleksitas yang dihadapi oleh manusia modern dalam menavigasi kehidupan yang penuh tekanan dan dinamika. Pencarian kembali spiritualitas dan nilai-nilai yang bersifat transenden menjadi semakin mendesak, sebagai bentuk usaha untuk mengatasi kekosongan dan rasa kehilangan yang dirasakan.

Dalam era yang dipenuhi dengan kemajuan teknologi dan materi, menyempatkan diri untuk merenungkan makna spiritualitas dan nilai-nilai yang sesungguhnya telah menjadi tantangan yang nyata bagi manusia modern. Namun, kesadaran untuk kembali menggali akar spiritualitas sebagai sumber kekuatan dan ketenangan dalam menjalani kehidupan masih menjadi harapan untuk menemukan keseimbangan yang harmonis di tengah gejolak modernitas yang tak kenal batas.

Perayaan Idul Adha di masa depan harus lebih dari sekadar seremonial dalam membagi daging kurban. Aktualisasi makna substantif dari Idul Adha diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam menekan prilaku koruptif dalam masyarakat. Perayaan ini bisa menjadi momentum bagi setiap individu untuk merenungkan nilai-nilai spiritualitas dan memperkuat rasa solidaritas sosial, sehingga mampu membawa Indonesia menuju ke arah yang lebih baik dalam membangun tatanan masyarakat yang lebih adil dan berkeadilan.

Penulis: Eko Windarto

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri