Dari Hati yang Rindu: Pesan untuk Terkasih yang Kini Berjauhan

Ilustrasi hubungan dengan orang terkasih, kini bagai bintang yang saling memandang dari kejauhan, terang, tapi tak lagi saling menyentuh (Sumber foto: apod.nasa.gov)

Malang, JATIMLINES.ID – Dalam hidup, ada pertemuan yang terasa begitu hangat hingga seolah dunia berhenti berputar. Kita dipertemukan oleh waktu, berbagi tawa, cerita, dan mimpi-mimpi kecil yang tumbuh di antara hari-hari sederhana. Bersama mereka, dunia terasa lebih ringan. Tidak ada beban yang terlalu berat, karena kebersamaan mampu menenangkan segalanya. Jumat (7/3/2025).

Namun, waktu tidak pernah berhenti. Ia terus melangkah, membawa semua orang pada takdirnya masing-masing. Tempat-tempat yang dulu menjadi saksi kebersamaan kini hanya menyisakan jejak langkah yang perlahan memudar. Tawa yang dulu riuh, kini hanya gema samar yang berbisik dalam ingatan.

Saat kembali menapaki tempat yang pernah menjadi rumah, kenangan-kenangan itu datang diam-diam. Rasanya seperti bertemu dengan diri sendiri di masa lalu, duduk di bangku yang sama, menatap langit yang sama, tapi tanpa sosok-sosok yang dulu selalu ada di sisi. Hati bergetar, mata terasa panas, dan dada perlahan sesak oleh rindu yang tak pernah benar-benar hilang.

Di mana mereka sekarang? Sedang apa mereka? Apakah mereka juga merindukan masa-masa ini?

Pertanyaan-pertanyaan itu menggantung tanpa jawaban. Jarak dan waktu telah menjauhkan, membuat semua yang pernah dekat kini terasa asing. Dulu, kita begitu akrab, sehangat mentari pagi. Sekarang, kita sejauh bintang, saling memandang tapi tak lagi saling menyapa.

Namun, meski tak lagi berdampingan, kenangan adalah bukti bahwa kebersamaan itu pernah nyata. Rindu ini menjadi cara hati menjaga semua yang pernah berharga. Mungkin hidup telah membawa semua orang pada arah yang berbeda, tapi tak ada yang benar-benar hilang.

Dalam sepi, ada surat kecil yang ditulis dari hati paling dalam. Untuk kalian yang pernah menjadi rumah di masa lalu:

Apa kabar, kawan-kawan kecilku? Masih ingatkah kalian pada cerita-cerita yang pernah kita rajut di bawah langit kampus? Tentang tawa yang tak pernah usai, tentang mimpi-mimpi yang kita bisikkan diam-diam saat dunia terasa begitu kecil.

Dulu kita begitu dekat, sedekat nadi yang selalu berdetak berdampingan. Kita saling menggenggam tanpa takut kehilangan. Sekarang, waktu telah memisahkan langkah-langkah kita. Kita yang dulu sehangat mentari, kini bagai bintang yang saling memandang dari kejauhan. Terang, tapi tak lagi saling menyentuh.

Aku sering bertanya-tanya,Di belahan bumi mana kalian kini melangkah?Apakah hidup memperlakukan kalian dengan lembut, seperti dulu kita saling menjaga?Apakah kalian juga merindukan masa-masa di mana dunia terasa begitu sederhana… di mana kita hanya butuh satu sama lain untuk merasa cukup?

Aku tidak meminta waktu berputar mundur. Aku hanya berharap semesta menjaga kalian dengan baik. Jika rindu ini mampu menyeberangi jarak, aku ingin kalian tahu. Aku masih menyimpan semua kenangan kita di sudut hati yang paling sunyi. Dan dalam doa-doa kecilku, nama kalian masih kusebut dengan penuh cinta.

Jika takdir mempertemukan kita lagi, aku janji. Kita akan tertawa lagi, meski mungkin dengan versi diri yang lebih dewasa.Karena kalian bukan sekadar teman.Kalian adalah rumah yang pernah membuatku merasa paling hidup. Sampai saat itu tiba, jaga diri kalian baik-baik ya?Aku rindu, selalu.

Surat ini adalah cara hati berbicara ketika kata-kata tak lagi sanggup diucapkan. Sebuah pesan sederhana yang mungkin tak akan pernah sampai, tapi cukup untuk membuat hati merasa lebih lega.

Merawat rindu bukanlah hal yang mudah. Ada sesak yang tak bisa dijelaskan, ada air mata yang jatuh tanpa disadari. Tapi di balik semua itu, ada cinta yang tulus. Cinta pada masa-masa yang tak akan pernah terulang.

Tidak semua pertemuan harus berakhir dengan kebersamaan. Kadang, perpisahan justru mengajarkan bahwa kenangan yang tulus akan selalu menemukan tempat di hati. Meski jarak memisahkan, doa akan selalu menjadi jembatan yang menjaga kebersamaan itu tetap hidup.

Jika semesta mempertemukan lagi, mungkin kita akan tertawa lagi, meski dengan cara yang berbeda. Tapi jika tidak, biarlah rindu ini tetap menjadi pelukan hangat yang menjaga semua kenangan agar tak pernah pudar.

Untuk mereka yang pernah singgah, terima kasih sudah menjadi bagian dari cerita ini.Meski kini hanya tinggal bayang-bayang, kalian akan selalu menjadi rumah yang pernah membuat dunia terasa begitu sederhana dan hangat. Rindu ini tak akan pernah hilang, hanya berubah menjadi cahaya kecil yang terus menyala dalam diam.

Penulis: Lalu Reza Azhar

Editor: Red

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan