Indonesia, JATIMLINES.ID – Mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak. Kasus ini juga melibatkan unsur pornografi dan penyalahgunaan narkoba, yang membuatnya diperiksa secara intensif oleh Propam Polri dan Polda NTT.
Polri menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan AKBP Fajar merupakan pelanggaran berat dan tidak dapat ditoleransi. Dengan bukti yang semakin kuat, sidang etik dijadwalkan dalam waktu dekat, dan ia juga berpotensi dikenai sanksi tegas dari institusi kepolisian.
Dilansir dari CNN Indonesia, mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja (FWLS), resmi ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencabulan anak.

Sebelumnya, AKBP Fajar telah ditangkap dan menjalani pemeriksaan oleh Propam Polri serta Polda NTT atas dugaan keterlibatannya dalam kasus pencabulan anak, pornografi, dan penyalahgunaan narkoba.
“Hari ini statusnya sudah jadi tersangka dan ditahan di Bareskrim Polri,” ujar Karo Wabprof Divpropam Polri, Brigjen Pol Agus Wijayanto, dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta, Kamis sore (13/3/2025).
Agus juga menyampaikan bahwa sidang etik terhadap AKBP Fajar dijadwalkan berlangsung pada Senin (17/3/2025). Selain itu, ia mengungkapkan bahwa korban dalam kasus ini terdiri dari tiga anak-anak dan satu orang dewasa.
Dalam kesempatan yang sama, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko, menjelaskan bahwa kepolisian telah melakukan pemeriksaan terhadap 16 saksi terkait kasus ini.

“Saksi yang diperiksa 16 orang, dari 4 orang korban, termasuk 3 anak, 4 orang manajer hotel, 2 orang personel Polda NTT, 3 orang ahli bidang psikologi, agama, dan kejiwaan, serta dokter dan ibu korban anak 1,” ungkap Trunoyudo.
Kronologi Penangkapan
AKBP Fajar ditangkap oleh tim gabungan Propam Mabes Polri dan Bidang Propam Polda NTT pada Kamis (20/2/2025). Dari hasil pemeriksaan, ia dinyatakan positif menggunakan narkoba.
Selain itu, penyelidikan yang dilakukan Resmob Polda NTT mengungkap bahwa AKBP Fajar telah melakukan pencabulan terhadap anak di bawah umur. Tak hanya itu, ia juga diduga merekam aksi bejatnya dan menjual video tersebut ke situs pornografi luar negeri.

Kasus ini kemudian terdeteksi oleh Kepolisian Federal Australia (AFP), yang lantas berkoordinasi dengan Kepolisian RI. Berdasarkan temuan tersebut, Divisi Hubinter Mabes Polri mengirimkan surat ke Polda NTT pada Kamis (23/1/2025).
Selama penyelidikan yang berlangsung dari Kamis (23/1/2025) hingga Jumat (14/2/2025), ditemukan bukti kuat terkait dugaan tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan AKBP Fajar. Akibatnya, ia pun dicopot dari jabatannya sebagai Kapolres Ngada oleh Mabes Polri.
Respons Ketua MPR RI
Ketua MPR RI, Ahmad Muzani, turut angkat bicara mengenai kasus ini. Ia meyakini bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan menangani perkara ini dengan tegas dan tuntas.

Dilansir dari Tempo.co, Muzani menyatakan kepercayaannya terhadap langkah Polri dalam menangani kasus ini.
“Pokoknya apa yang dilakukan oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia, beliau yang tahu terhadap korps-nya itu baik,” ujar Muzani di Kompleks Parlemen Senayan, Jumat (14/3/2025).
Muzani mengaku baru mengetahui kasus ini belakangan, namun ia tetap optimistis bahwa Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo akan bersikap tegas terhadap anak buahnya yang terlibat pelanggaran berat.
Polri Tegaskan Tak Ada Toleransi

Sementara itu, Brigjen Pol Trunoyudo Wisnu Andiko menegaskan bahwa hasil pemeriksaan di Mabes Polri, Jakarta, membuktikan bahwa AKBP Fajar benar-benar terlibat dalam kasus ini.
“Tersangka diduga melakukan pelecehan seksual terhadap anak bawah umur dan persetubuhan tanpa ikatan sah,” jelas Trunoyudo dalam konferensi pers di Divisi Humas Polri, Kamis (13/3/2025).
Selain itu, ia juga menambahkan bahwa AKBP Fajar terbukti melanggar kode etik Kepolisian. Menurutnya, tindakan yang dilakukan mantan Kapolres Ngada itu merupakan pelanggaran berat dan perbuatan tercela.
“Tersangka juga merekam dan menyebarluaskan video asusilanya,” ungkapnya.

Detail Korban
Dalam perkembangan kasus ini, polisi mengungkap bahwa jumlah korban mencapai empat orang. Dari jumlah tersebut, tiga merupakan anak-anak, sementara satu lainnya adalah perempuan dewasa.
“Anak satu berusia 6 tahun, anak dua berusia 13 tahun, anak tiga berusia 16 tahun, dan orang dewasa inisial SHDR berusia 20 tahun,” ujar Trunoyudo.
Kesimpulan

Kasus ini semakin menguatkan komitmen Polri dalam menindak tegas anggotanya yang terlibat dalam tindak pidana. Dengan status AKBP Fajar sebagai tersangka, ia tidak hanya menghadapi proses hukum pidana, tetapi juga sidang etik internal Polri yang dapat berujung pada pemecatan.
Kepolisian RI menegaskan bahwa mereka tidak akan memberikan toleransi terhadap pelanggaran hukum, terutama yang dilakukan oleh anggota kepolisian sendiri.