Indonesia, JATIMLINES.ID – Sejarah Islam di Indonesia tidak lepas dari peran penting komunitas Muslim Tionghoa yang berkontribusi dalam penyebaran Islam serta pembentukan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara.
Salah satu tokoh kunci dalam hubungan ini adalah Laksamana Cheng Ho (Zheng He), seorang pelaut dan penjelajah asal Tiongkok yang memiliki pengaruh besar dalam memperkuat posisi Muslim di berbagai wilayah, termasuk Demak, Semarang, Cirebon, Gresik, Palembang, Aceh, dan Malaka.
Peran Dinasti Ming dan Cheng Ho dalam Hubungan dengan Muslim Nusantara
Pada masa Dinasti Ming (1368–1644), pemerintah Tiongkok menjalin hubungan erat dengan komunitas Muslim. Kerjasama ini bukan sekadar diplomasi, tetapi juga strategi ekonomi yang menguntungkan kedua belah pihak. Saat Cheng Ho melakukan ekspedisi maritim antara tahun 1405 hingga 1433, dunia Islam tengah berada dalam perebutan pengaruh antara Kesultanan Mamluk dan Ottoman di Timur Tengah.

Sementara itu, para pedagang Arab dan Persia telah membangun jaringan perdagangan kuat yang mencakup India, Asia Tenggara, hingga pasar Eropa.
Melihat potensi ekonomi ini, Dinasti Ming memilih bekerja sama dengan para pedagang Muslim untuk memperluas jangkauan perdagangan mereka. Kolaborasi ini memberi keuntungan besar bagi perekonomian Tiongkok, khususnya dalam pemasaran produk-produk Dinasti Ming.
Identitas Muslim dalam Jejak Cheng Ho
Dilansir dari detik.com, nama asli Cheng Ho adalah Ma He, di mana “Ma” merupakan salah satu marga Tionghoa Muslim yang merujuk pada nama Muhammad. Gelar “Zheng” diberikan oleh kaisar sebagai bentuk penghormatan atas pencapaiannya sebagai pejabat tinggi negara.
Sebagai seorang Muslim, Cheng Ho memiliki kedekatan dengan komunitas Muslim di Nusantara. Ajudannya, Ma Huan, juga seorang Muslim yang aktif mencatat perjalanan dan interaksi mereka dengan masyarakat setempat.

Oleh karena itu, tidak mengherankan jika di berbagai wilayah Indonesia kini terdapat masjid yang dinamakan Masjid Cheng Ho atau Muhammad Cheng Ho sebagai bentuk penghormatan terhadap jasanya dalam menyebarkan dan melindungi Islam di Nusantara.
Saat ini, terdapat sekitar 14-15 masjid yang menggunakan nama Cheng Ho di berbagai daerah Indonesia.
Perlindungan Dinasti Ming terhadap Malaka dan Nusantara
Selain mendukung komunitas Muslim di Nusantara, Dinasti Ming juga memberikan perlindungan langsung terhadap Kesultanan Malaka dari ancaman kerajaan-kerajaan besar seperti Ayutthaya (Thailand) dan Majapahit (Jawa).
Pada tahun 1405, Sultan Malaka, Iskandar Syah, diundang ke Tiongkok sebagai bentuk pengakuan resmi bahwa Malaka adalah sekutu Dinasti Ming. Perlindungan ini membuat Malaka semakin berkembang sebagai pusat perdagangan maritim yang strategis di Asia Tenggara.

Hingga saat ini, komunitas Muslim Tionghoa tetap menjadi bagian dari keberagaman masyarakat Indonesia. Mereka mempertahankan budaya Tionghoa sambil menjalankan ajaran Islam, menciptakan kombinasi yang unik. Dalam sejarahnya, banyak pedagang dan pengusaha dari kalangan Muslim Tionghoa yang gigih dalam membangun ekonomi dan komunitas mereka.
Bahkan, beberapa sejarawan menduga bahwa Raden Patah, pendiri Kesultanan Demak, memiliki garis keturunan Tionghoa dari pihak leluhurnya yang berasal dari Gresik, salah satu pusat perdagangan Tionghoa di masa lalu.
Kisah ini juga muncul dalam Babad Tanah Jawi serta cerita rakyat, meskipun kebenarannya masih memerlukan penelitian lebih lanjut.
Kesimpulan
Sejarah mencatat bahwa hubungan antara Muslim Tionghoa dan masyarakat Nusantara telah berlangsung sejak berabad-abad lalu. Dari peran Cheng Ho hingga berdirinya kerajaan-kerajaan Islam, Muslim Tionghoa memiliki kontribusi besar dalam perkembangan Islam di Indonesia.

Penulis: Nana
Editor: Red