Festival Bandeng Jelak 2025: Saat Tradisi, Ekonomi, dan Pariwisata Bertemu di Pesisir Pasuruan

Wakil Wali Kota Nawawi bahkan tak ragu untuk menyelipkan humor. “Biasanya bisik-bisik makannya nasi kambing terus. Hari ini semua harus makan Bandeng Jelak. Setuju?” candanya, disambut gelak tawa dan semangat dari para peserta. Sentuhan personal ini menunjukkan bahwa pemerintah kota hadir tidak hanya sebagai pengelola acara, tetapi sebagai bagian dari denyut komunitas itu sendiri.
Membawa Tradisi ke Masa Depan
Festival Bandeng Jelak 2025 bukan hanya tentang pesta kuliner. Ia adalah ruang temu antara generasi tua dan muda; antara budaya lama dan strategi promosi baru. Ketika ibu Wakil Wali Kota Pasuruan turut mengajarkan cara membuat burger ikan, atau saat King Abdi memimpin demo memasak mangut bandeng dengan sentuhan modern, tersirat sebuah pesan: tradisi bisa tumbuh, hidup, dan tetap relevan jika dikelola dengan cinta dan inovasi.
Lebih dari itu, festival ini mempertegas bahwa pengembangan pariwisata berbasis potensi lokal bisa menjadi penggerak ekonomi yang inklusif. Dari para petambak, pengolah hasil laut, pelaku UMKM, hingga pelajar yang ikut belajar memasak—semua mendapat ruang untuk tampil, tumbuh, dan terhubung.
Penutup: Pasuruan, Laut, dan Harapan
Ketika langkah kaki warga menyusuri tambak dalam gerak jalan pagi, mereka tak hanya bergerak secara fisik. Mereka sedang menapaki jalan harapan—bahwa laut, tambak, dan ikan bukan hanya soal pekerjaan, tapi tentang masa depan bersama. Festival Bandeng Jelak menjadi bukti bahwa di tangan yang tepat, tradisi bisa menjadi jalan menuju kemajuan.
Di tengah tantangan global dan fluktuasi ekonomi, Pasuruan menunjukkan bahwa kekuatan lokal tak boleh diremehkan. Dengan semangat kolaborasi, inovasi, dan kecintaan pada warisan sendiri, kota ini telah menunjukkan bahwa bandeng pun bisa menjadi ikon peradaban. (*)

Penulis: Fim