Kritik Pedas: Antara Etika dan Pembangunan
Ilustrasi: Perbedaan warna pemikiran cerminan hidup demokratis.

Batu, JATIMLINES.ID – Kritik seringkali dianggap sebagai sarana untuk memperbaiki kesalahan, mendorong perubahan, dan menciptakan perbaikan. Namun, ada kalanya kritik yang sebenarnya membangun dikatakan kurang beretika, bahkan dianggap sebagai tindakan yang tidak pantas dilakukan. Senin (24/2/2025).
Ironisnya, fenomena ini menyala di berbagai lini kehidupan, seakan menjadi budaya yang sulit dihindari. Analoginya seperti seseorang yang memiliki kedudukan dianggap tidak boleh dikritik, atau bahkan dihadapkan pada hukuman atau ancaman jika kritik pedas itu terus dilontarkan.
Dalam konteks yang lebih luas, realitas ini menggambarkan bentuk ketidakseimbangan kekuasaan dan perlakuan yang tidak adil dalam ruang kedudukan sosial dan politik. Hal ini telah termanifestasi dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat, baik itu di dunia politik, bisnis, maupun dalam berbagai institusi.
Jika kritik yang seharusnya menjadi koreksi dan bahan refleksi bersama dianggap tabu dan diharamkan, maka masyarakat akan sulit untuk berkembang dan berubah ke arah yang lebih baik.
Kritik yang sehat seharusnya merupakan bagian dari proses pembangunan yang mengarah pada kebaikan bersama dan pertumbuhan yang berkelanjutan. Namun, ketika kritik dipandang sebagai ancaman atau gangguan, proses pembangunan yang seharusnya progresif dan inklusif dapat terhambat.
Perlu dipahami bahwa kritik yang sebenarnya membangun seharusnya dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan etika. Kritik konstruktif seharusnya disampaikan dengan komunikasi yang santun, argumen yang jelas, dan niat yang tulus untuk memperbaiki keadaan.
Setiap individu, terlepas dari kedudukan sosial atau politiknya, seharusnya terbuka untuk menerima kritik yang membangun sebagai peluang untuk introspeksi diri dan perbaikan. Ironisnya, dalam realitas yang serba modern ini, praktik feodalisme dalam berpikir masih terasa kuat.
Ketika orang yang berbeda pendapat atau mengkritik dianggap sebagai ancaman, maka esensi demokrasi dan kebebasan berpendapat seakan hanya menjadi slogan belaka.
Semangat untuk maju dan berubah ke arah yang lebih baik menjadi terhambat oleh ketakutan dan ketidaksamaan dalam menyikapi kritik.
Sebagai masyarakat, penting bagi kita untuk terus mendorong budaya kritik yang sehat dan membangun. Kritik yang konstruktif dapat menjadi cermin bagi kita untuk terus berinovasi, mengoreksi kesalahan, dan meningkatkan kualitas kehidupan bersama.
Hanya dengan membuka diri terhadap kritik yang membangun, kita dapat memastikan bahwa perubahan yang terjadi benar-benar menuju arah yang lebih baik, demi kebaikan bersama.
Sebab itulah, ajakan untuk melihat kritik sebagai sarana pembangunan bukan sekadar retorika semata. Kita semua, tanpa terkecuali, memiliki tanggung jawab untuk tidak hanya berpikir modern dalam tampilan, tapi juga dalam sikap dan perilaku kita.
Kritik pedas yang seharusnya membangun tidak boleh dianggap sebagai sesuatu yang mengancam, melainkan sebagai kesempatan untuk bersama-sama tumbuh dan berkembang demi masa depan yang lebih baik bagi kita semua.
Dengan memahami bahwa kritik bukanlah sekadar menyalahkan atau merendahkan, tetapi juga merupakan upaya untuk saling memperbaiki dan berkembang, kita dapat mengubah paradigma kritik menjadi sarana pembelajaran yang berharga.
Mari kita jauhkan diri dari praktik feodalisme dalam berpikir dan buka diri untuk menerima pandangan dan masukan dari orang lain dengan pikiran yang terbuka.
Dengan demikian, kita dapat merajut jalinan harmoni dan kerjasama yang kuat dalam membangun masyarakat yang lebih baik.
Budaya kritik yang positif akan membawa kita menuju arah yang lebih baik dalam menciptakan lingkungan yang sejahtera, adil, dan berdaya.
Mari bersama-sama menjadi agen perubahan yang memberikan kritik dengan bijak, memberdayakan, dan selalu mengarah pada upaya pembenahan dan kemajuan.
Semoga langkah kecil ini membawa dampak besar bagi kehidupan kita semua.
Penulis: Eko Windarto
Editor: Red