Bromo, JATIMLINES.ID – Penemuan ladang ganja di kawasan konservasi Bromo Tengger Semeru (TNBTS) mengejutkan publik setelah rekaman drone yang memperlihatkan 59 titik penanaman ganja viral di media sosial. Keberadaan ladang tersebut memicu berbagai spekulasi, termasuk dugaan adanya upaya menutupi aktivitas ilegal dengan pembatasan penggunaan drone di kawasan Bromo, Selasa, (18/3/2025).
Penemuan Ladang Ganja di Zona Konservasi
Dilansir dari radarbromo.jawapos, ladang ganja ini ditemukan dalam zona rimba yang dikelola oleh Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) Wilayah 3 Senduro, Kabupaten Lumajang. Total luas area penanaman yang ditemukan mencapai kurang dari satu hektar dari total 6.367 hektar kawasan konservasi.

Pekan lalu, persidangan terkait kasus ini digelar dengan menghadirkan tiga saksi utama. Mereka adalah Yunus Tri Cahyono, seorang polisi hutan yang terlibat dalam pengawasan kawasan konservasi, Edwy Yunantu, selaku Kepala Resor Senduro yang memiliki wewenang dalam pengelolaan wilayah tersebut, serta Untung, staf Kantor Balai Besar TNBTS yang turut serta dalam pemantauan dan penanganan kasus ini.
Kemudian, mereka mengungkapkan bahwa ladang ganja ditemukan di berbagai lokasi dengan luas beragam, mulai dari 2 hingga 16 meter persegi.
“Ada yang 2 meter persegi, ada yang 4 meter persegi, ada juga yang 16 meter persegi,” ungkap Yunus di hadapan majelis hakim, dikutip dari radarbromo.jawapos.
Dampak Terhadap Ekosistem Konservasi

Keberadaan ladang ganja ini menimbulkan kerusakan ekosistem di kawasan konservasi. Yunus menjelaskan bahwa area tersebut merupakan habitat asli tanaman endemik yang seharusnya dilindungi.
“Penanaman ganja itu merusak ekosistem,” tegasnya.
Untung juga menambahkan bahwa tanaman yang bukan bagian dari ekosistem asli dilarang ditanam di sana, sehingga aktivitas penanaman ganja ini menjadi pelanggaran serius terhadap aturan konservasi.
“Itu daerah endemik, tanaman selain endemik tidak boleh ditanam di situ. Penanaman ganja di tempat itu termasuk pelanggaran,” ungkap Untung.

Selain mengancam tanaman endemik, pohon-pohon di sekitar kawasan seperti pinus dan cemara juga terdampak. Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka pemulihan ekosistem menjadi suatu keharusan.
Spekulasi Publik: Larangan Drone dan Dugaan Penutupan
Seiring viralnya kasus ini, warganet mulai mempertanyakan pembatasan penggunaan drone di kawasan Bromo. Beberapa spekulasi muncul bahwa aturan tersebut mungkin digunakan untuk menutupi aktivitas ilegal di wilayah konservasi.
Tarif penggunaan drone yang mencapai Rp 2 juta juga dipertanyakan oleh netizen. Beberapa dari mereka menilai bahwa kebijakan tersebut tidak sepenuhnya untuk konservasi, melainkan ada kemungkinan alasan lain di baliknya.

“Kasihan mainan mungilku jadi kambing hitam rusaknya ekosistem,” tulis akun @fatihinkhairul32.

Tanggapan Pihak TNBTS dan Klarifikasi Pemerintah
Menanggapi polemik yang berkembang, pihak TNBTS menegaskan bahwa tarif penggunaan drone telah sesuai dengan regulasi pemerintah dan berlaku di seluruh taman nasional di Indonesia.
Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni juga memberikan klarifikasi terkait penemuan ladang ganja ini. Ia menegaskan bahwa keberhasilan mengungkap ladang ganja di TNBTS merupakan hasil kerja sama Kementerian Kehutanan dengan Kepolisian RI, bukan alasan untuk menutupi sesuatu.

“Ladang ganja itu bukan hasil karya teman-teman taman nasional di sana. Tapi itu ditemukan melalui kerja sama dengan kepolisian,” ujar Raja Juli Antoni dalam pernyataannya di Jakarta.
Dirinya juga menjelaskan bahwa penemuan ini dilakukan melalui pemantauan menggunakan drone dan pemetaan bersama pihak kepolisian serta polisi hutan.
“Kami menggunakan drone dan berbagai metode pemetaan untuk menemukan titik-titik ladang ganja. Tidak ada kaitannya dengan penutupan taman nasional,” tambahnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kemenhut, Satyawan Pudyatmoko, menegaskan bahwa pihaknya bersama Polisi Hutan dan Manggala Agni telah menurunkan tim untuk melakukan pencabutan tanaman ganja tersebut.

“Kami petakan, ada beberapa titik yang ada ganjanya. Kami hitung, lalu dilakukan pencabutan. Setelah itu tentu ada proses ke pengadilan. Jadi mulai dari awal penemuan hingga pembersihan, kami terus melakukan pengawalan,” ungkap Satyawan.
Kesimpulan
Penemuan ladang ganja di kawasan konservasi Bromo membuka mata publik terhadap ancaman penyalahgunaan lahan konservasi. Meskipun pemerintah telah mengklarifikasi bahwa kasus ini tidak terkait dengan pembatasan drone atau penutupan kawasan Bromo, kecurigaan masyarakat masih belum sepenuhnya reda.
Di sisi lain, dampak ekologis dari penanaman ganja di wilayah konservasi menjadi isu yang harus segera ditangani. Pemerintah dan pihak berwenang perlu memperketat pengawasan terhadap kawasan konservasi agar tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.

Kasus ini juga menjadi pengingat bahwa konservasi lingkungan tidak hanya soal pelestarian alam, tetapi juga pencegahan terhadap penyalahgunaan lahan yang dapat merusak ekosistem.
Penulis: Nana
Editor: Red