Indonesia, JATIMLINES.ID – Sebanyak 29 musisi yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI) mengajukan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka menilai sejumlah pasal dalam regulasi tersebut menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama terkait mekanisme royalti, izin membawakan lagu, dan ketentuan pidana bagi pelanggar hak cipta. Gugatan ini resmi terdaftar pada Jumat (7/3/2025).
Dilansir dari Tempo.co , sekelompok musisi yang tergabung dalam Vibrasi Suara Indonesia (VISI) mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan ini diajukan oleh 29 musisi dengan tujuan memperoleh kejelasan terkait perizinan, mekanisme royalti, serta ketentuan pidana dalam UU tersebut. Permohonan uji materi ini resmi terdaftar dengan nomor 33/PUU/PAN.MKAP3/03/2025 pada Jumat (7/3/2025) pukul 19.10 WIB.

Pasal yang Dipermasalahkan
Dalam permohonan uji materi, para musisi menggugat lima pasal dalam UU Hak Cipta yang dianggap bermasalah:
1. Pasal 9 ayat (3) – Melarang penggandaan atau penggunaan ciptaan secara komersial tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta.
2. Pasal 23 ayat (5) – Memungkinkan penggunaan ciptaan dalam pertunjukan komersial tanpa izin pencipta, asalkan membayar imbalan melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

3. Pasal 81 – Mengatur hak pemegang hak cipta dalam memberikan lisensi kepada pihak ketiga.
4. Pasal 87 ayat (1) – Mengharuskan pencipta atau pemegang hak cipta menjadi anggota LMK untuk dapat menarik imbalan dari hak ekonomi mereka.
5. Pasal 113 ayat (2) – Menetapkan ancaman pidana bagi pelanggaran hak ekonomi pencipta, dengan hukuman penjara maksimal tiga tahun atau denda hingga Rp 500 juta.
Para musisi menilai ketentuan dalam pasal-pasal ini menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama terkait izin membawakan lagu serta mekanisme pembayaran royalti.

Kasus yang Melatarbelakangi Gugatan
Dilansir dari Tempo.co, beberapa kasus sengketa hak cipta antara pencipta lagu dan penyanyi menjadi pemicu utama gugatan ini. Salah satunya adalah perselisihan antara Ahmad Dhani dan mantan vokalis Dewa 19, Once Mekel. Dhani melarang Once menyanyikan lagu-lagu ciptaannya dalam konser tanpa izin.
Kasus lain menimpa Agnez Mo, yang digugat sebesar Rp 1,5 miliar karena membawakan lagu karya Aris Bias tanpa izin. Sementara itu, band The Groove dilarang menyanyikan lagu ciptaan Rieka Roeslan setelah sang pencipta keluar dari grup. Doadobadai Hollo alias Badai juga melarang Sammy Simorangkir membawakan lagu-lagu Kerispatih yang ia ciptakan.
Isu Ketidakjelasan Perizinan dan Royalti

Dalam dokumen gugatan, para musisi menyampaikan bahwa mekanisme izin dan pembayaran royalti masih belum jelas. Mereka mempertanyakan apakah izin membawakan lagu harus diperoleh langsung dari pencipta atau bisa melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Mereka juga menyoroti potensi konflik kepentingan karena izin tersebut bergantung pada keputusan subjektif pencipta.
“Bahwa kegelisahan para pemohon bermuara dari isu-isu hukum yang muncul, yang tidak hanya menimbulkan kebingungan, tetapi juga ketakutan bagi para pemohon,” demikian bunyi gugatan tersebut.
Selain itu, para musisi juga mempertanyakan apakah badan hukum lain dapat menetapkan tarif royalti sendiri di luar mekanisme LMKN dan apakah wanprestasi pembayaran royalti termasuk ranah pidana atau perdata.
Harapan untuk Ekosistem Musik yang Lebih Adil

Melalui unggahan di akun Instagram VISI pada Senin (11/3/2025), mereka menegaskan bahwa langkah ini bukan sekadar perjuangan 29 musisi yang mengajukan gugatan, tetapi bagian dari upaya menciptakan ekosistem musik yang lebih jelas dan berkeadilan.

“Langkah ini kami harap dapat menjadi penengah untuk membuat situasi lebih terang benderang.”
Mereka menutup pernyataan dengan harapan agar kesejahteraan semua pihak dalam industri musik dapat terwujud tanpa ada yang dirugikan.
“Sejatinya yang kami tuju adalah kesejahteraan bersama tanpa adanya satupun pihak yang dikesampingkan. Semoga dengan satu sisi kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik.”

Dilansir dari Tempo.co, musisi yang tergabung dalam gugatan ini meliputi: Armand Maulana, Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Bunga Citra Lestari, Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Nino RAN, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Fadly Padi, Ikang Fauzi, Andien, Dewi Gita, Hedi Yunus, Mario Ginanjar, Teddy Adhitya, David Bayu, Tantri Kotak, Arda Naff, Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel, dan Mentari Novel.
Kemudian, melalui gugatan ini diharapkan menjadi titik awal bagi regulasi hak cipta yang lebih jelas, adil, dan mendukung pertumbuhan industri musik Indonesia.
Penulis: Nana
Editor: Red