Pasuruan, Madinah van Java: Perpaduan Spiritualitas dan Warisan Budaya

Ahad, 29/6/2025. Di kawasan Pantura Jawa Timur, berdiri sebuah kota yang tenang namun memancarkan cahaya spiritual yang tak pernah redup: Pasuruan. Kota ini bukan sekadar lintasan antara Surabaya dan Malang, melainkan oase keislaman yang hidup dan membumi, tempat di mana agama, tradisi, dan budaya berpadu erat dalam denyut keseharian warganya.
Tak berlebihan jika banyak yang mulai menyebut Pasuruan sebagai “Madinah van Java” — kota yang religius, damai, dan menjadi magnet rohani bagi ribuan umat Islam dari berbagai penjuru negeri.

Ziarah Tak Pernah Henti
Jantung spiritual kota ini berdetak kencang di kawasan Masjid Jami’ Al-Anwar, tepat di pusat Kota Pasuruan. Di dalam kompleksnya, bersemayam KH. Abdul Hamid, sosok wali kota sekaligus ulama kharismatik yang semasa hidupnya dikenal zuhud, tawadhu, dan penuh karomah.
Hampir setiap hari, tak henti-hentinya peziarah datang dari luar kota — bahkan luar pulau — untuk menundukkan kepala di makam beliau. Mereka datang dengan niat doa, tabarruk (mengharap berkah), dan merenung dalam hening, berharap mendapatkan setitik hikmah dari sosok sang wali.
Payung Madinah dan Becak Wisata
Seiring waktu, wajah religius ini dibalut dengan sentuhan keindahan modern yang tetap menjaga ruh budaya. Di halaman Masjid Jami’ kini berdiri payung-payung raksasa bergaya Madinah, yang otomatis terbuka saat cuaca panas. Nuansa ini makin menguatkan julukan Madinah van Java.
Tak jauh dari situ, alun-alun Kota Pasuruan menjadi tempat bersantai keluarga dan wisatawan. Anak-anak berlarian di antara rerumputan, dan pedagang kaki lima menyajikan jajanan lokal yang menggoda selera.
Uniknya, para peziarah difasilitasi transportasi khas berupa becak wisata dari terminal wisata ke kompleks masjid dan alun-alun. Perjalanan spiritual pun menyatu dengan pengalaman lokal yang akrab dan ramah.
Warisan Santri dan Kampung Heritage
Identitas Madinah van Java bukan sekadar simbol. Ia berakar dalam sejarah panjang keilmuan Islam dan peran pesantren di wilayah Pasuruan. Kota ini adalah rumah bagi sejumlah pesantren besar dan tua, di antaranya Ponpes Sidogiri yang berdiri sejak 1745 — menjadikannya salah satu pesantren tertua di Indonesia, dan Ponpes Darullughah Wadda’wah (Dalwa) yang terkenal sebagai pusat pembelajaran bahasa Arab dan dakwah.
Bagi wisatawan yang ingin memperluas pengalaman, Kampung Heritage Bangilan bisa menjadi tujuan menarik. Di kawasan ini, berdiri puluhan rumah kuno bergaya kolonial dan tradisional tempo dulu. Tak jauh dari sana, berdiri warisan kuliner legendaris: Kopi Tjap Sepoor, produsen kopi yang melegenda sejak zaman Hindia Belanda.

Dari Masa Lalu ke Masa Depan
Pasuruan bukan sekadar kota dengan banyak masjid atau pesantren. Ia adalah ruang hidup bagi nilai-nilai Islam yang ramah, teduh, dan terus tumbuh bersama waktu. Julukan Madinah van Java tak lahir dari klaim kosong, tapi dari napas kehidupan warganya yang menjaga tradisi dan memperkuat spiritualitas.
Dengan gotong royong, peran pesantren, dan kekayaan budaya lokal, Pasuruan sedang menapaki masa depan tanpa kehilangan jati dirinya. Madinah van Java bukan semata slogan, tapi narasi hidup yang lahir dari kebersamaan warga, semangat dakwah ulama, dan kecintaan pada tradisi.
Bagi peziarah, Pasuruan adalah tempat memulihkan hati.
Bagi pelancong, ia adalah kota dengan warisan tersembunyi.
Bagi warganya, Pasuruan adalah rumah ruhani yang menenangkan, dan cahaya yang terus menyala.
Penulis: Firnas Muttaqin