Indonesia, JATIMLINES.ID – Beredarnya draf RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang membatasi kewenangan Kejaksaan Agung dalam penyidikan tindak pidana korupsi (Tipikor) memicu kritik tajam dari akademisi.

Draf tertanggal Maret 2025 itu awalnya hanya mengakui peran Kejaksaan sebagai penyidik kasus pelanggaran HAM berat, sementara kewenangan Tipikor dihapus dari penjelasan pasal. Padahal, sejak 2004, UU Kejaksaan Nomor 16 secara eksplisit memberi mandat kepada Kejaksaan untuk menyidik korupsi dan HAM berat. Situasi ini memunculkan kekhawatiran akan pelemahan upaya pemberantasan korupsi, terutama di tengah menurunnya peran KPK pasca-revisi UU pada 2019.

Dilansir dari detiknews, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman menegaskan bahwa draf kontroversial tersebut bukan versi final. Dalam konferensi pers pada Sabtu, (15/3/2025), ia menunjukkan revisi terbaru yang menghapus pembatasan kewenangan Kejaksaan. Draf akhir kini mencantumkan “Penyidik Tertentu” seperti Kejaksaan, KPK, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tanpa menyebut Tipikor secara spesifik.

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri

“Contoh penyidik tertentu adalah KPK, Kejaksaan, atau OJK. Ini bersifat ilustratif, bukan limitatif,” jelas Habiburokhman.

Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia, Prof. Suparji Ahmad, mengkritik draf awal sebagai langkah mundur dalam reformasi hukum. dilansir dari detiknews, dalam wawancara terpisah (15/3/2025), ia menggambarkan betapa Kejaksaan telah menjadi “tulang punggung” pemberantasan korupsi dengan menangani 78% kasus Tipikor di tingkat daerah selama lima tahun terakhir.

“Penyidik Kejaksaan produktif mengungkap korupsi dana bansos, proyek infrastruktur, bahkan kasus suap anggota DPR. Jika kewenangan ini dipangkas, siapa yang akan mengisi kekosongan?” tanya Suparji.

Ia juga memperingatkan potensi dualisme hukum jika RUU KUHAP tidak selaras dengan UU Kejaksaan, mengingat Pasal 6 draf awal hanya menyebut Kejaksaan untuk HAM berat, sementara UU lain masih mengakui perannya dalam Tipikor.

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri

Pasal 6 draf awal RUU KUHAP membagi penyidik menjadi tiga kategori:

1. Penyidik Polri sebagai penyidik utama yang berwenang menangani semua tindak pidana.

2. PPNS (Penyidik Pegawai Negeri Sipil) dari instansi seperti Kemenkeu atau Kementerian Lingkungan Hidup.

3. Penyidik Tertentu, yang dalam draf awal hanya mencakup KPK, TNI AL (untuk kasus kelautan di ZEE), dan Kejaksaan khusus HAM berat.

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri

Penjelasan pasal ini secara eksplisit menghilangkan frasa Tipikor, padahal UU Kejaksaan Pasal 30 ayat (1) huruf c menyatakan: “Kejaksaan berwenang menyidik tindak pidana korupsi, terorisme, dan pelanggaran HAM berat.”

Dilansir dari detiknews, Komisi III DPR menjanjikan transparansi dengan melibatkan Kejaksaan, KPK, dan organisasi masyarakat sipil. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan koherensi antarregulasi, terutama menyinkronkan RUU KUHAP dengan UU Kejaksaan, UU KPK, dan UU Tipikor.

Seperti yang dikatakan Suparji “KUHAP harus menjadi pedoman prosedural, bukan alat untuk mengerdilkan kewenangan lembaga yang sudah berprestasi.” Jika harmonisasi ini gagal, bukan tidak mungkin Indonesia akan menghadapi krisis penegakan hukum yang memperlambat laju pemberantasan korupsi.

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri

Penulis: Em Nugraha

Editor: Red

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri