Strategi Pengembangan Ekonomi Islam dalam Sejarah dan Kontemporer

Ustadz Imam juga menyoroti bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat telah mengembangkan “dakwah ekonomi”.

“Pada zaman Rasulullah, telah dikembangkan Baitul Maal sebagai lembaga keuangan negara untuk mengelola pemasukan dan mendistribusikannya,” jelas Ustadz Imam. Ia juga menyinggung bagaimana Khalifah Umar bin Khattab dan Utsman bin Affan memiliki kebijakan fiskal yang progresif, seperti membagikan tanah-tanah tidak terpakai kepada rakyat yang mampu mengelolanya, serta pembentukan lembaga pengawasan pasar.

“Di zaman Khalifah Umar, ada pengawasan pasar yang luar biasa ketat. Bahkan pedagang yang menipu langsung dikeluarkan dari pasar,” ujarnya, menekankan pentingnya pengawasan pasar dan penegakan hukum dalam ekonomi Islam.

Dalam konteks modern, Ustadz Imam memperkenalkan konsep analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) sebagai kerangka strategi. “Kita perlu memahami kelebihan dan kekurangan kita sebagai individu, organisasi, atau umat, serta melihat peluang dan ancaman dari luar,” katanya.


Peran Muhammadiyah dalam Membangun Ekosistem Ekonomi Islam

Menariknya, Ustadz Imam menyoroti peran Muhammadiyah dalam pengembangan ekonomi Islam. Ia mengakui bahwa meskipun Muhammadiyah memiliki aset besar di bidang pendidikan dan kesehatan (misalnya, ribuan sekolah dan ratusan rumah sakit), sektor ekonomi seringkali berada di urutan belakang.

“Muhammadiyah selalu menyatakan tiga pilar: pendidikan, kesehatan, dan amal usaha. Tapi ekonominya ketiga,” ujarnya, menyiratkan bahwa potensi ekonomi Muhammadiyah belum sepenuhnya tergarap. Padahal, di era Rasulullah dan sahabat, ekonomi justru menjadi garda terdepan dakwah.

Namun, Ustadz Imam memberikan contoh gerakan positif dari Pimpinan Pusat Aisyiyah (organisasi perempuan Muhammadiyah). “Aisyiyah sudah mulai menggerakkan penguatan ekonomi berbasis pemberdayaan usaha,” ungkapnya, menyebut adanya Jaringan Saudagar Muhammadiyah (JSM) dan Jaringan Saudagar Aisyiyah (JataM) serta Suara Hati Aisyiyah (SuHara) sebagai inisiatif nyata.

Selain itu, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. Haedar Nashir juga mendorong pembangunan ekosistem ekonomi Muhammadiyah yang progresif. Langkah progresif ini mencakup berbagai kebijakan dan inisiatif untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, sistematis, dan berkeadilan.

Ustadz Imam juga menyinggung tantangan krisis pangan global dan pentingnya swasembada pangan. Ia mengapresiasi upaya beberapa pihak dalam menggerakkan penanaman lahan, bahkan dengan kerja sama multi-sektoral.

“Pemberdayaan ekonomi, pelatihan usaha, dan keuangan umat adalah kunci. Kita harus mengakselerasi usaha-usaha yang sudah berjalan dan menerapkan ekstremisme kebaikan dalam menjalankannya,” pungkas Ustadz Imam. Ia juga memberikan contoh dari Korea Selatan, di mana warung-warung dan restoran dengan sertifikat halal berhasil menarik konsumen Muslim, meskipun pemiliknya bukan Muslim. Ini menunjukkan bahwa nilai-nilai Islam dapat diterima secara universal dalam praktik ekonomi.

Di akhir acara, jamaah dan warga sekitar dapat menikmati bazar sayur yang disediakan, semakin menambah semarak kajian Ahad pagi di Masjid Darul Arqom Muhammadiyah Pasuruan. (*)

1 2

Penulis: Fim

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri