Putusan PN Jakpus Tegaskan Kandasnya Gugatan Dualisme PWI

Jakarta – Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 711/Pdt.G/2024/PN Jkt Pst menandai babak baru dalam sejarah dualisme Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Majelis hakim secara tegas menolak gugatan yang diajukan Hendry Chaerudin Bangun dan kawan-kawan terhadap Dewan Pers serta pengurus PWI lainnya, dengan menyatakan gugatan tidak dapat diterima (niet ontvankelijk verklaard) karena dianggap kabur dan cacat formil.
Sidang yang digelar pada Rabu (25/9/2025) tersebut memutuskan bahwa tidak ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan para tergugat.
Hakim menekankan bahwa konflik yang terjadi merupakan sengketa organisasi internal dan bukan perkara pidana.
Dengan demikian, tuntutan ganti rugi sebesar Rp100,3 miliar yang diajukan penggugat terhadap pihak-pihak terkait dinyatakan tidak berdasar.
Ketua Bidang Pembelaan Wartawan dan Pembinaan Hukum PWI Pusat, Anrico Pasaribu SH, menilai putusan ini sangat penting bagi kelangsungan organisasi.
“Putusan ini memberi kepastian hukum serta mempertegas bahwa sengketa internal seharusnya diselesaikan melalui mekanisme organisasi seperti kongres dan musyawarah, bukan dibawa ke ranah pidana,” ujarnya saat ditemui, Sabtu (27/9).
Menurut Anrico, keputusan PN Jakpus ini menjadi titik terang bagi dunia pers khususnya PWI. Selama ini, dualisme organisasi dimanfaatkan untuk melahirkan berbagai laporan pidana yang mengarah pada kriminalisasi pengurus tertentu. Putusan yang menyatakan gugatan tidak dapat diterima ini secara efektif menghentikan upaya tersebut.
“Doktrin hukum pidana sebagai upaya terakhir (ultimum remedium) ditegaskan kembali di sini. Sengketa internal organisasi besar seperti PWI semestinya diselesaikan secara demokratis dalam bingkai AD/ART dan kongres,” tambahnya.
Lebih jauh, putusan ini menguatkan posisi kepengurusan PWI hasil Kongres Persatuan yang digelar 30 Agustus 2025, di mana Akhmad Munir menjabat sebagai Ketua Umum dan Zulmansyah Sekedang sebagai Sekretaris Jenderal.
Pengadilan menegaskan tidak ditemukan perbuatan melawan hukum oleh mereka, sehingga legitimasi pengurus baru semakin kokoh baik secara moral maupun yuridis.
Dampak putusan ini tidak hanya bersifat hukum namun juga strategis bagi organisasi wartawan tertua di Indonesia ini.
Anrico menyebut bahwa putusan 711 PN Jakpus menjadi momentum penting untuk menutup konflik dualisme yang telah melemahkan marwah PWI selama ini.
“Dengan pijakan hukum yang kuat, PWI dapat mendorong proses penghentian penyidikan atas laporan pidana yang lahir dari dualisme. Ini adalah langkah maju untuk kembali fokus pada pembinaan wartawan dan penguatan profesionalisme,” jelasnya.
Bagi dunia pers Indonesia, disahkannya putusan ini menjadi pengingat agar sengketa internal organisasi profesi tidak diubah menjadi sengketa pidana. Organisasi wartawan harus menjadi ruang yang kondusif untuk pembinaan dan solidaritas, bukan arena saling menjatuhkan.
Ketua Bidang Pembelaan Wartawan PWI Pusat menegaskan bahwa putusan PN Jakarta Pusat Nomor 711/Pdt.G/2024/PN Jkt Pst bukan sekadar menyelesaikan sengketa hukum antara Hendry cs dan pengurus PWI, tetapi juga mengembalikan organisasi ini ke rel yang benar.
Dengan legitimasi hukum yang sudah dibuktikan, PWI diharapkan mampu bertransformasi menjadi rumah besar wartawan Indonesia yang solid, independen, dan berwibawa.
“Ini adalah titian baru untuk menguatkan peran PWI sebagai pilar demokrasi dan penegak kebebasan pers. Kini saatnya kita melupakan perbedaan lama dan bersama-sama membangun organisasi yang profesional dan melindungi hak-hak wartawan di seluruh Indonesia,” pungkas Anrico.
Penulis: Win