KAB MALANG (jatimlines.id) – Diera globalisasi seperti saat ini, moral dan karakter anak mengalami pemerosotan yang sangat signifikan.
Budaya sopan santun dan menghormati orang yang lebih tua pun sudah jarang ditemukan. Seperti halnya dilingkungan sekolah, saat masih banyak peserta didik yang berbicara kepada guru menggunakan bahasa Jawa ragam ngoko disertai perilaku yang tidak menunjukkan suatu penghormatan. Hal ini disebabkan karena pendidikan karakter anak yang masih rendah.
“Jadi anak-anak itu tidak bisa membedakan antara bahasa Jawa ngoko dengan kromo inggil. Seperti kata panjenengan yang seharusnya untuk guru dan orang yang lebih tua. Tetapi belakangan yang sering terucapkan oleh murid kepada guru yaitu kata sampeyan,” terang Sih Winarsi S.Pd Kepala Sekolah Dasar Negeri 3 Sidodadi Kecamatan Gedangan Kabupaten Malang Sabtu (24/2/2024).
Lanjut Winarsi, ketidak fahaman anak-anak terhadap bahasa jawa diera digital saat ini karena sedikit kesalahan orang tua di rumah.
Karena, para orang tua melenial lebih cenderung mengajari putra-putri mereka dengan bahasa Indonesia. “Tolong ibu belikan sabun misalnya. Kata belikan harusnya kan ‘tumbasno’.Bahkan ada diantaranya mengombinasi dengan bahasa Inggris,seperti okey… ” imbuh Winarsi.
Meski belum mencapai 50 persen, untuk penerapan bahasa Jawa Kromo inggil di lembaga yang dihuni oleh sebanyak 102 siswa-siswi ini sudah berjalan. Itu sesuai Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek) Nomor 50 tahun 2022 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah setiap hari Kamis diminggu pertama,selanjutnya juga salah satu poin Surat Edaran dari Dinas Pendidikan Kabupaten Malang tentang Gerakan Wicara Bahasa Jawa Krama Inggil(Wibawa).
“Untuk pemahaman bahasa Jawa kromo inggil belum mencapai 50 persen. Seperti ketika menyebut kata ‘lali’ yang seharusnya ‘supe’.Tetapi,belakangan ini anak-anak masih menyebutnya ‘lalos’, ” tandasnya.
Lebih jauh, Sih Winarsi menjelaskan,untuk pembelajaran bahasa Jawa di SDN 3 Sidodadi, selain bagian giat belajar mengajar juga dalam acara santai dan tegur sapa antara guru dan murid khusus di hari Kamis.
Sambung Sih Winarsi,karena bahasa Jawa itu ada unggah ungguh dan tata krama, biar anak-anak itu mengerti kepada siapa dia bicara serta dapat membedakan seperti penggunaan kata ‘sampeyan’ dan ‘Panjenengan.
“Saat ini masih campur,antara berbicara kepada teman dan guru, hampir tidak ada bedanya. Kami juga sering kumpulkan wali murid, agar membiasakan anak-anak dirumah berbahasa Jawa. Saya minta biasakan lima kata saja dulu, seperti injeh, mboten, sampun dan dereng. Dengan kata lama-kelamaan akan berkembang dengan sendirinya,” ungkap Sih Winarsi dengan nada semangat.
Menurutnya, yang terjadi saat ini, para orang tua ketika menyuruh anak-anak nya masih saja dengan menggunakan bahasa Indonesia. “Ayo masuk, ayo keluar dan kata yang lain. ” Kadang-kadang saya tanya, Ibu budal nang pasar. Tetapi anak-anak menjawabnya ibu dateng pasar. Bukan Ibu tindak dateng peken,” kutip Winarsi.
Dengan kondisi itu,Sih Winarsi berharap, dua hingga tiga tahun kedepan, anak-anak sudah mahir menggunakan bahasa Jawa kromo inggil.Dan untuk perkembangan penerapan bahasa Jawa ini akan dia sampaikan dalam acara tahun ajaran baru Juli 2024 mendatang.
“Karena jika anak-anak sudah terbiasa menggunakan bahasa jawa kromo inggil, tidak mungkin mereka akan bicara kasar terhadap siapapun, khususnya terhadap guru dan orang tua dirumah. Selanjutnya juga dengan dukungan pendidikan agama,” Sih Winarsi mengakhiri (Dio).