Ensiklopedia Islam

Tafsir Surah Al Insyirah
Penceramah, Ustadz Yusuf Hasymi, pada pengajian Kamis, 21 Agustus 2025 di Masjid At-Taqwa, Jagalan, Kota Pasuruan, Jawa Timur, membahas Surah Al-Insyirah (Surah Asy-Syarh atau Alam Nasyroh).
Makna dan Fungsi Ayat Pertama Surah Al-Insyirah
Surah Al-Insyirah terdiri dari 8 ayat dan sering dibaca oleh para imam saat salat wajib.
Surat ini berisi tentang kelapangan hati dan kemudahan yang diberikan Allah kepada Nabi Muhammad SAW setelah masa-masa sulit. Secara umum, surah ini mengajarkan bahwa di setiap kesulitan pasti ada kemudahan, dan mendorong manusia untuk selalu berikhtiar dan bertawakal kepada Allah.
Ayat pertamanya berbunyi: “Alam Nashrah Laka Shadrak?” yang berarti “Bukankah Kami telah melapangkan (membuka) untukmu dadamu, (wahai Muhammad)?”
- Istighfar Taqriri: Menurut Tafsir Al-Qurthubi, kalimat ini adalah istighfar taqriri, yaitu kalimat tanya yang bertujuan untuk menegaskan atau menguatkan. Ini bukan pertanyaan yang mencari jawaban, melainkan pernyataan penegasan. Contohnya, seperti seorang ayah yang sudah memberi uang untuk membeli buku, lalu bertanya kepada anaknya, “Bukankah ayah sudah memberimu uang untuk membeli buku baru?” Ini adalah pertanyaan penegasan.
- Keistimewaan Nabi Muhammad SAW: Susunan kalimat “Alam Nashrah Laka Shadrak” menarik karena kata ‘laka’ (untukmu) diletakkan di depan. Normalnya dalam bahasa Arab, susunannya adalah “Alam Nashrah Shadraka Laka”. Perpindahan ini memiliki dua makna:
- Istimewa (Eksklusif): Menunjukkan bahwa pelapangan dada ini adalah sesuatu yang istimewa dan khusus diberikan hanya kepada Nabi Muhammad SAW.
- Kedekatan (Closeness): Menunjukkan kedekatan antara Allah SWT dengan Nabi Muhammad SAW.
Perbedaan Antara Nabi Muhammad SAW dan Nabi Musa AS
Nabi Musa AS adalah contoh yang berbeda. Saat diperintahkan untuk menghadapi Firaun yang zalim dan kejam, Nabi Musa memanjatkan doa: “Rabbisyrahli shadri wayassirli amri” (Ya Tuhanku, lapangkanlah untukku dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku).
- Permintaan Nabi Musa AS: Nabi Musa AS meminta kelapangan dada karena ia tahu bahwa Firaun adalah seorang politisi ulung dan orator yang tangguh. Selain itu, Nabi Musa memiliki kelemahan, yaitu gagap (stuttering), sehingga ia khawatir tidak bisa berdebat dengan baik.
- Permintaan Bantuan: Nabi Musa juga meminta Allah SWT untuk mengangkat saudaranya, Nabi Harun AS, menjadi nabi pendampingnya (partner). Nabi Harun dikenal fasih dan pintar berargumentasi. Permintaan ini dikabulkan oleh Allah SWT.
- Perbandingan: Perbedaan ini menunjukkan betapa spesialnya Nabi Muhammad SAW. Jika Nabi Musa harus meminta kelapangan dada dan bantuan, Nabi Muhammad sudah langsung diberi kelapangan dada oleh Allah SWT tanpa harus meminta.
Pentingnya Kelapangan Dada
Kelapangan dada sangat penting bagi setiap manusia, tidak hanya nabi. Seseorang yang memiliki kelapangan dada bisa mengendalikan emosinya dan tidak terlalu terbawa perasaan, baik itu marah, benci, atau senang berlebihan.
- Pengaruh Emosi: Ketika seseorang terlalu dikuasai emosi, ucapannya bisa menjadi tidak jelas atau tidak terkendali. Kelapangan dada membuat seseorang tetap tenang (cool), kalem, dan bisa mengontrol diri saat berdebat atau menghadapi situasi sulit.
- Korelasi dengan Iman: Seseorang yang memiliki kelapangan dada dalam menerima Islam akan lebih mudah memahami dan mengamalkan ajaran agama. Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kelapangan dada akan mudah “terjerat” oleh dunia (keserimpet dunyo istilah b jawa).
- Ujian dan Cobaan: Setiap manusia akan menghadapi ujian dan cobaan. Kelapangan dada menjadi kunci untuk menghadapi semua itu. Tanpa kelapangan dada, seseorang bisa terjerumus pada perbuatan dosa, seperti mencuri atau berbuat jahat, karena terjerat oleh urusan dunia.
Tantangan dalam Berdakwah
Ustadz Yusuf Hasymi juga menyinggung beratnya tugas seorang pendakwah (ustadz, kiai, atau nabi) yang harus memahami, mengerti, dan mengamalkan ilmunya. Tantangan ini menjadi semakin berat di era modern, di mana banyak orang mengaku berilmu atau memiliki nasab baik, tetapi tidak mengasah ilmu dan spiritualitas mereka, yang mengakibatkan mereka tidak memiliki kelapangan dada.
Inti dari ceramah ini adalah bahwa kelapangan dada adalah anugerah besar dari Allah SWT. Itu adalah kunci untuk menghadapi segala ujian hidup, mengendalikan diri, dan menjalankan ajaran agama dengan baik. Anugerah ini diberikan secara istimewa kepada Nabi Muhammad SAW dan kita semua dianjurkan untuk terus berusaha membersihkan hati dan meminta kelapangan dada agar bisa menjadi pribadi muslim yang lebih baik.
Penulis: Firnas Muttaqin