Indonesia, JATIMLINES.ID – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dihadapkan pada krisis fiskal tak terduga di awal masa jabatannya. Defisit APBN Indonesia melonjak menjadi Rp1,2 triliun pada Februari 2025 berbanding terbalik dengan surplus Rp6 triliun di periode sama tahun sebelumnya.

Tekanan fiskal ini dipicu oleh anjloknya penerimaan pajak sebesar 30%, yang berimbas pada gejolak pasar saham, melemahnya daya beli masyarakat, dan ketidakpastian strategi penghematan anggaran.

Dampaknya langsung terasa di pasar keuangan: Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok hampir 2% dalam sehari, mencerminkan sentimen negatif investor. Daya beli masyarakat juga tertekan, ditandai dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang hanya 4,94% pada 2024, di bawah pertumbuhan ekonomi 5%.

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri

Dilansir dari kanal Youtube KOMPASTV, Senin (17/3/2025) Pada Februari 2025, penerimaan pajak hanya Rp187 triliun, turun drastis dari Rp269 triliun di periode sama 2024. Penurunan ini mencerminkan lemahnya konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 4,94% (2024), di bawah pertumbuhan ekonomi 5%. Pemerintah mengandalkan belanja negara yang naik 6,6% untuk mendorong pertumbuhan, tetapi langkah ini justru memperlebar defisit.

Penurunan penerimaan pajak yang signifikan ini menegaskan kerentanan struktur fiskal Indonesia, yang sangat bergantung pada konsumsi domestik. Tanpa reformasi pajak yang inovatif, defisit berisiko semakin dalam.

Dilansir dari BBC pada, Kamis (13/03/2025) Sri Mulyani Indrawati mengumumkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sampai Februari 2025 mengalami defisit Rp31,2 triliun atau sebesar 0,13% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Meski defisit relatif kecil terhadap PDB, angka ini menjadi sinyal awal bahwa pemerintahan baru harus segera merancang kebijakan fiskal yang lebih agresif untuk mencegah eskalasi defisit.

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri

Di era Jokowi (2014-2024), pertumbuhan ekonomi bertumpu pada bantuan sosial langsung (BLT, PKH). Sementara Prabowo mengusung strategi “saving and investing” dengan mengalihkan fokus ke penghematan dan investasi jangka panjang melalui Danantara.

Namun, transisi ini menghadapi tantangan akibat warisan defisit dan tekanan pasar, KOMPASTV pada, Senin (17/3/2025).Pergeseran strategi dari populisme fiskal ke investasi jangka panjang berisiko menimbulkan ketegangan politik, terutama jika program sosial prioritas seperti “makan bergizi gratis” tertunda.

Janji kampanye “makan bergizi gratis” terancam tertunda karena APBN 2025 yang tekor. Pemerintah dipaksa memprioritaskan penghematan ketimbang program sosial. Hal ini berpotensi memicu kritik publik, terutama dari kalangan menengah ke bawah.

Tahun pertama pemerintahan Prabowo diwarnai ujian berat defisit APBN, penurunan pajak, dan gejolak pasar. Strategi “saving and investing” dinilai tepat untuk transformasi jangka panjang, tetapi pemerintah harus segera mengambil langkah darurat: memperkuat insentif pajak, mengakselerasi investasi infrastruktur, dan menjaga komunikasi transparan dengan pasar.

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri

Oleh karena itu dikhawatirkan, tanpa langkah-langkah konkret, stabilitas ekonomi dan legitimasi politik pemerintahan baru ini bisa terguncang di tengah tekanan fiskal yang kian membesar.

Penulis: Em Nugraha

Editor: Red

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri