Rabu, 23 Juli 2025

Pasuruan — Dalam pengajian Rabu malam (23/7/2025) di Masjid Baitul Huda, Kota Pasuruan, Ustadz Arifin Ahmad mengupas pentingnya tata kelola dalam kehidupan menurut perspektif Islam. Mengangkat analogi dari dunia dapur hingga pemerintahan, Ustadz Arifin menunjukkan bahwa Islam bukan hanya agama ritual, melainkan pedoman komprehensif dalam mengelola kehidupan pribadi, keluarga, dan masyarakat.

Dalam ceramah yang penuh kiasan dan kehangatan, beliau memulai dengan perumpamaan sederhana namun kuat: resep masakan. Sebagaimana memasak gulai kambing memerlukan urutan, takaran, dan metode yang tepat agar menghasilkan rasa yang nikmat, begitu pula kehidupan. Tanpa tata kelola yang baik, potensi sebesar apa pun akan berakhir dalam kegagalan.

Pengajian yang diadakan di Masjid Baitul Huda.

“Indonesia ini ibarat negara yang punya bahan masakan melimpah: sumber daya alam, budaya, dan masyarakat religius. Tapi kalau tata kelolanya salah, hasilnya hambar bahkan rusak,” ujar Ustaz Arifin.


Tiga Pilar Tata Kelola dalam Islam

Ustaz Arifin menjelaskan bahwa para ulama sejak masa klasik telah membagi tata kelola kehidupan ke dalam tiga lapisan utama:

  1. Tadbir al-Nafs (Pengelolaan Pribadi):
    Islam mengajarkan bagaimana seseorang menjaga dirinya tetap suci, sehat, dan teratur dalam segala hal—dari cara tidur, mandi, hingga berdoa sebelum istirahat. Ini mencerminkan misi spiritual Islam untuk menjaga kebersihan lahir dan batin.
  2. Tadbir al-Usrah (Pengelolaan Keluarga):
    Dalam Islam, keluarga adalah fondasi masyarakat. Mulai dari pernikahan hingga pembagian warisan, Al-Qur’an telah mengaturnya secara rinci. “Islam bahkan lebih lengkap daripada sistem hukum manapun dalam urusan keluarga,” tegas beliau.
  3. Tadbir al-Ummah (Pengelolaan Umat):
    Umat dan negara membutuhkan sistem pemerintahan yang berlandaskan prinsip keadilan, transparansi, dan tanggung jawab. Dalam literatur kontemporer, konsep ini dikenal sebagai al-ḥukm ar-rāsyid—tata kelola yang lurus dan benar.

Tata Kelola: Dari Diri ke Negara

Menariknya, Ustaz Arifin mengaitkan hakim dan hākama sebagai akar kata dari hukum dan tata kelola, yaitu upaya mengarahkan manusia agar tidak merusak. Beliau menegaskan bahwa kerusakan hari ini bukanlah hasil dari kurangnya sumber daya, melainkan kegagalan dalam tata kelola.

Lebih jauh, beliau mengutip definisi dari United Nations Development Project (UNDP) tentang governance sebagai pemanfaatan kewenangan publik untuk kesejahteraan masyarakat. Menurutnya, ini selaras dengan prinsip-prinsip dalam Islam, di mana kekuasaan bukan untuk dominasi, tetapi untuk pelayanan.


Tata Kelola dan Hikmah Amaliyah

Dalam pengajian itu pula dijelaskan bahwa tata kelola dalam Islam tidak lepas dari apa yang disebut para ulama sebagai ḥikmah ‘amaliyyah—kebijaksanaan praktis. Ini adalah kombinasi antara pengetahuan, nilai, dan keterampilan manajerial yang diterapkan untuk mengatur urusan kehidupan secara proporsional dan beradab.

Ustadz Arifin sedang memimpim acara pengajian di Masjid Baitul Huda, Pasuruan.

Ustadz Arifin menutup dengan refleksi tajam:

“Kita sering berteriak soal korupsi, kesenjangan, dan kerusakan sistem. Tapi apakah kita sudah belajar mengelola diri sendiri? Rumah tangga kita? Kalau gagal di dua ini, bagaimana mau mengelola negara?”


Penutup: Dari Mimbar ke Aksi Nyata

Pengajian pada hari ini bukan hanya membuka wawasan tentang tata kelola dalam perspektif Islam, tetapi juga menjadi seruan moral agar umat Muslim kembali menata kehidupan mulai dari hal yang paling sederhana. Dengan tadbir yang benar, umat Islam bisa menjadi pelopor peradaban yang adil dan unggul.

Islam, sebagaimana digambarkan oleh Ustadz Arifin Ahmad, bukan hanya agama yang mengajarkan ibadah, tetapi juga ilmu mengelola hidup agar penuh makna dan maslahat—dari resep gulai di dapur rumah, hingga arah kebijakan di istana negara.

Penulis: Firnas Muttaqin

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri