KABUPATEN MALANG, JATIMLINES.ID – TIM BotanIQ dari SMA Thursina, Dusun Klandungan, Landungsari, Dau, Kabupaten Malang, Jawa Timur, telah melalui berbagai proses untuk menjadi juara 1 di ajang kompetisi Internasional di Malaysia, Oktober 2024, dalam pengembangan inovasi untuk memonitoring pertanian.
Awalnya, mereka bertiga yaitu; Alif Cryptovan Sinaga, Fadhil Lintang Padantya, Farrel Naufal Pramono menciptakan sebuah inovasi bernama “garden”, namun akhirnya menyadari bahwa inovasi tersebut tidak sepenuhnya cocok untuk pasar Indonesia dan global. Oleh karena itu, mereka memutuskan untuk mengubahnya menjadi alat monitoring pot pintar.
KLIK DISINI UNTUK MEMBACA BERITA SEPUTAR PENDIDIKAN LAINNYA
Proses persiapan tim BotanIQ memakan waktu sekitar 6 bulan sebelum mereka berhasil merancang dan mengaplikasikan ide tersebut hingga mengikuti ajang lomba di Malaysia.
“Langkah pertama adalah merancang tim sukses yang terdiri dari 7 orang, dengan peran masing-masing seperti ketua tim, tim produksi, tim proposal, dan lainnya,” ungkap Alif Cryptovan Sinaga kelas 11.
“BotanIQ menghadapi tantangan dalam pengembangan pot pintar karena belum ada yang pernah membuatnya sebelumnya. Oleh sebab itu, kami bertiga melakukan riset dan mencari informasi di internet,” sambungnya.
Meskipun mengalami kegagalan awal, secara bertahap mereka berhasil merancang pot pintar dan bahkan berhasil memperoleh kesuksesan dalam kompetisi bisnis di Malaysia.
Selain itu, Farrel Naufal Pramono menjelaskan bahwa selama 3 bulan persiapan menuju lomba festival dunia di Malaysia, mereka merencanakan tim dengan 7 hingga 8 orang anggota yang dibagi ke dalam beberapa divisi seperti ketua, analisis keuangan, public relations, pembuatan proposal, pembuatan makalah, dan pengkodean untuk membuat prototipe.
“Langkah awal tim ini adalah membuat proposal yang menjelaskan latar belakang dan alasan dibalik pembuatan pot pintar,” jelas Farrel.
Mereka juga melakukan analisis keuangan untuk memastikan kelangsungan proyek. Pot pintar yang mereka kembangkan menggunakan bahan daur ulang, namun karena terbatasnya waktu, mereka menggunakan 3D printer yang disediakan oleh sekolah untuk memproduksi pot pintar tersebut.
Menurut Fadhil Lintang Padantya,
BotanIQ mendapatkan dukungan penuh dari orang tua mereka, baik secara moril maupun materiil. Mereka juga mendapat dukungan dari sekolah dan donatur dalam pengembangan pot pintar ini.
“Proses riset dan pengembangan menghabiskan waktu sekitar 2 bulan, di mana kami bertiga juga fokus pada pembuatan makalah ilmiah dan pengaturan keuangan proyek,” ujar Fadil sembari mimik serius.
“Dalam kompetisi festival dunia di Malaysia, Tim BotanIQ berhasil menarik perhatian juri dengan presentasi mereka,” lanjutannya.
Meskipun urutan mereka tidak terlalu cepat maupun lambat, mereka berhasil masuk dalam empat besar tim terbaik. Mereka juga mendapat kesempatan bertemu dengan investor dan mendapatkan masukan tentang kesuksesan dan inovasi dalam bisnis.
Pada hari final kompetisi, BotanIQ bersaing dengan 3 tim SMA lainnya dan satu tim mahasiswa. Setelah melakukan presentasi, mereka berhasil menjadi juara 1 dalam kompetisi tersebut. Keberhasilan ini memberikan semangat baru bagi BotanIQ untuk terus berkembang dan menginspirasi generasi muda lainnya dalam bidang teknologi pertanian.
“Sejak itu, Tim BotanIQ terus melanjutkan pengembangan pot pintar mereka dan berkomitmen untuk terus berinovasi dalam mendukung pertanian Indonesia menuju masa depan yang lebih modern dan berkelanjutan,” pungkasnya.
Penulis: Eko Windarto
Editor: Akasa Putra