Indonesia, JATIMLINES.ID – Perkembangan teknologi dan digitalisasi yang pesat membawa tantangan baru dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional. Dalam konteks ini, Undang-Undang (UU) TNI yang baru memberikan kewenangan kepada Tentara Nasional Indonesia (TNI) di ruang siber. Sabtu, (22/3/2023).
Namun, aturan tersebut menimbulkan perdebatan karena berpotensi tumpang tindih dengan tugas dan wewenang Kementerian Komunikasi dan Digital.
Dilansir dari Tempo.co, ketidaktegasan dalam regulasi ini dapat menimbulkan celah yang memungkinkan pemanfaatan ruang siber untuk kepentingan kekuasaan serta penerapan pendekatan militer dalam pengelolaan ruang digital.

Celah Regulasi dan Potensi Overlapping Wewenang
Undang-Undang TNI yang baru membuka peluang bagi TNI untuk terlibat dalam keamanan siber nasional. Meskipun aspek pertahanan siber memang relevan dalam konteks militer, tugas pengelolaan ruang digital sejatinya merupakan ranah Kementerian Komunikasi dan Digital.
Ketidaktegasan batasan kewenangan dalam ruang siber menimbulkan berbagai risiko yang perlu dicermati. Salah satu risiko utama adalah tumpang tindih tugas dan fungsi antara TNI dan kementerian terkait dalam pengawasan serta pengendalian dunia digital.
Hal ini dapat menyebabkan ketidakefisienan dalam pelaksanaan kebijakan serta kebingungan dalam koordinasi antarinstansi. Selain itu, ada potensi penyalahgunaan kewenangan, terutama jika pendekatan militer diterapkan dalam pengelolaan siber yang seharusnya lebih bersifat sipil.
Kemudian, pendekatan yang tidak sesuai ini dapat berdampak pada kebebasan digital dan transparansi dalam tata kelola siber. Risiko lainnya adalah ketidakpastian hukum, yang dapat menghambat efektivitas kebijakan keamanan siber nasional.

Sehingga tanpa kejelasan regulasi, berbagai pihak yang terlibat dalam keamanan siber mungkin mengalami kesulitan dalam menjalankan tugasnya secara optimal.
Beberapa pihak menilai bahwa penguatan regulasi diperlukan agar TNI hanya berperan dalam pertahanan strategis di dunia siber, sementara aspek pengelolaan komunikasi digital tetap berada di bawah otoritas sipil.
Implikasi dan Tantangan ke Depan
Keberadaan TNI dalam ruang siber seharusnya diarahkan untuk melindungi infrastruktur kritis dari ancaman siber eksternal dan bukan untuk mengontrol ekosistem digital secara luas. Kementerian yang berwenang harus tetap memiliki kendali utama dalam regulasi dunia digital agar tidak terjadi pelanggaran hak-hak masyarakat dalam kebebasan berinternet.
Ke depan, pemerintah dan pembuat kebijakan perlu menyusun regulasi yang lebih jelas mengenai batas kewenangan TNI di dunia siber, sehingga sinergi antara institusi sipil dan militer dalam menjaga keamanan digital dapat berjalan secara efektif tanpa menimbulkan konflik kepentingan.

Kesimpulan
Ketidaktegasan regulasi dalam UU TNI yang baru membuka peluang tumpang tindih kewenangan antara TNI dan Kementerian Komunikasi dan Digital dalam ruang siber. Untuk menghindari potensi penyalahgunaan serta ketidakpastian hukum, diperlukan batasan yang lebih jelas mengenai peran TNI dalam keamanan siber. Dengan demikian, keamanan digital dapat tetap terjaga tanpa mengorbankan aspek demokrasi dan kebebasan sipil di dunia maya.
Penulis: Nana
Editor: Red