Jakarta, 11 Juli 2025 – Kejaksaan Agung (Kejagung) resmi menetapkan Muhammad Riza Chalid (MRC), pemilik PT Orbit Terminal Merak (OTM), sebagai tersangka dalam kasus korupsi Tata Kelola Minyak 2018–2023.

Ia diduga melakukan tindakan melawan hukum dengan menghilangkan skema kepemilikan aset dalam kontrak kerja sama dengan PT Pertamina (Persero).

Penetapan tersangka ini berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor TAP-49/F.2/Fd.2/07/2025 dan Surat Perintah Penyidikan Nomor PRIN-53/F.2/Fd.2/07/2025, yang keduanya diterbitkan pada 10 Juli 2025.

Direktur Penyidikan Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, menjelaskan bahwa MRC bersama tersangka lain yakni HB, AN, dan GRJ, melakukan kesepakatan kerja sama penyewaan Terminal BBM Tangki Merak dengan cara mengintervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina.

“Mereka memasukkan rencana kerja sama penyewaan terminal BBM Merak yang sebenarnya tidak dibutuhkan oleh PT Pertamina pada saat itu,” ujar Qohar dalam konferensi pers di gedung Kejaksaan Agung, Kamis malam.

Selain itu, MRC diduga menghilangkan klausul penting dalam kontrak yang mengatur kepemilikan aset Terminal BBM Merak. Semestinya, berdasarkan kontrak selama 10 tahun, PT Orbit Terminal Merak harus menyerahkan aset tersebut kepada PT Pertamina Patra Niaga. Namun, klausul tersebut sengaja dihilangkan.

“Menurut hasil kajian Pranata UI, selama 10 tahun penyewaan dengan harga yang telah ditetapkan, aset harus beralih menjadi milik PT Pertamina Patra Niaga. Tapi dalam kontrak ini, klausul itu dihapuskan,” tambah Qohar.Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), tindakan tersebut menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 2,9 triliun khusus untuk kasus PT OTM.

“Kerugian itu adalah total loss,” ujar Qohar.

Secara keseluruhan, kerugian keuangan dan perekonomian negara dari seluruh perkara korupsi Tata Kelola Minyak ini mencapai Rp 285 triliun lebih. Angka ini mencerminkan dampak besar korupsi terhadap sektor energi nasional.Hingga saat ini, Muhammad Riza Chalid belum dapat dihadirkan oleh Kejaksaan Agung karena sedang berada di luar negeri, tepatnya di Singapura.

“MRC selama tiga kali dipanggil tapi tidak hadir. Yang bersangkutan memang tidak tinggal di dalam negeri, melainkan di Singapura,” ungkap Qohar.

Kejaksaan Agung telah mengambil berbagai langkah strategis untuk menghadirkan MRC ke Indonesia, termasuk berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait di luar negeri guna melakukan proses ekstradisi atau pemulangan tersangka.

Penulis: Eko Windarto

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri