Kita berawal dari sebuah kebetulan,
aku tak pernah merencanakan pertemuan.
Awalnya hanya sekadar penasaran,
tapi hatiku pelan-pelan luluh dalam debaran.

Dunia yang semula kelabu dan hampa,
berubah jadi berwarna saat kau ada.
Kau hadir bagai fajar yang menyapa,
membawa semangat baru dalam jiwa.

Aku ragu pada rasa yang tumbuh,
namun keraguan itu menyalakan api yang utuh.
Tanpa sadar, aku jatuh semakin dalam,
pada cinta yang kau sisipkan dalam diam.

Hari-hari kita penuh tawa yang riang,
waktu terasa singkat saat kau datang.
Aku merasa dunia di telapak tanganku,
aman dan nyaman hanya bersamamu.

Namun hidup tak pernah tanpa badai,
masalah datang silih berganti bagai ombak di pantai.
Kita berdiri, saling menguatkan,
percaya semua bisa kita lawan.

Tapi akhirnya aku sadar dan tertegun,
aku bukanlah pembawa bahagia bagimu, melainkan beban.
Kenyataan itu menusuk tanpa ampun,
fakta yang pahit, tak bisa kutepis meski kuberikan sejuta alasan.

Aku menolak, aku mencoba berbohong pada diri,
tapi senyummu yang pudar menyadarkanku kembali.
Aku bukan sandaran, bukan penopang,
aku hanya bayangan yang meninggalkan jejak bimbang.

Kenangan dulu yang penuh warna,
kini membeku jadi hitam putih tanpa cahaya.
Aku sedih, aku merasa gagal,
dalam cintaku sendiri aku terjatuh fatal.

Aku lari, sembunyi dalam ketakutan,
menjadi pengecut yang menghindar dari kenyataan.
Namun aku tahu aku tak bisa begini terus,
karena bayanganmu tetap hadir, tak pernah putus.

Kini aku berdiri, meski goyah dan rapuh,
bersiap menghadapi luka yang kupikul penuh.
Jika aku harus menanggung pedih ini sendiri,
biarlah, asal kau temukan bahagiamu nanti.

Dan bila suatu hari kau membaca jejak rinduku,
ingatlah—aku pernah benar-benar mencintaimu.
Meski cinta itu salah dalam wujudnya,
namun tulus dalam niatnya.

Penulis: Eunoia

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri