Jakarta — Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, kembali menegaskan urgensi pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset sebagai langkah strategis dan sangat mendesak dalam upaya memberantas korupsi di Indonesia.
Menurutnya, undang-undang ini bakal jadi “kartu sakti” untuk memiskinkan para koruptor dengan mengambil alih aset hasil kejahatan mereka.
Mahfud bilang, inti dari RUU ini adalah memberikan kewenangan kepada negara untuk merampas aset hasil korupsi secara perdata, bahkan tanpa harus menunggu proses hukum pidana sampai putusan inkracht (berkekuatan hukum tetap). Hal ini sangat krusial karena dalam praktiknya, para pelaku korupsi seringkali menyembunyikan atau memindahkan asetnya selama proses hukum berjalan, sehingga aset mereka tetap tersimpan dan korupsi sulit diberantas sampai tuntas.
“Mekanisme ini bakal memukul koruptor di bagian yang paling sakit: kantong mereka. Tidak ada lagi ruang bagi koruptor untuk menikmati hasil korupsinya,” tegas Mahfud dalam berbagai kesempatan pernyataannya.
Salah satu tantangan pemberantasan korupsi selama ini adalah belum optimalnya jumlah aset yang kembali ke negara dibandingkan kerugian yang sebenarnya dialami. Banyak kasus di mana nilai uang pengganti yang disita jauh lebih kecil daripada kerugian negara yang ditimbulkan.
Dengan RUU Perampasan Aset, pemerintah mendapat kekuatan lebih besar untuk melakukan pemulihan aset yang bisa mengembalikan kerugian negara secara maksimal. Langkah ini diharapkan menutup celah kebocoran yang selama ini sulit diatasi.
Salah satu inovasi utama dalam RUU ini adalah konsep “unexplained wealth,” yakni kekayaan yang tidak bisa dijelaskan secara logis dan sah asal-usulnya. Dengan konsep ini, negara bisa merampas aset yang diperoleh tanpa bukti kepemilikan yang sah, tanpa harus melalui proses pidana yang biasanya panjang dan berliku.
Pendekatan seperti ini dianggap lebih cepat dan efisien, sehingga proses pemberantasan korupsi tidak tersendat oleh prosedur hukum yang rumit. Mahfud optimis mekanisme ini akan mengurangi peluang bagi pelaku korupsi untuk lolos dari jerat hukum.
Selain memberikan kekuatan hukum, Mahfud juga menegaskan pentingnya transparansi dalam pengembalian aset negara. Menurutnya, proses pemulihan aset tidak boleh dilakukan secara tertutup atau sembunyi-sembunyi, karena hal tersebut justru berisiko menimbulkan masalah baru, termasuk potensi penyalahgunaan seperti korupsi lanjutan dan pelanggaran prosedur.
“Prosesnya harus terbuka dan dapat diawasi oleh publik agar hasilnya betul-betul dirasakan oleh negara dan masyarakat,” ujar Mahfud.
Meski urgensinya sudah jelas, RUU Perampasan Aset ternyata masih menghadapi banyak rintangan di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Menurut Mahfud, pembahasan RUU ini kerap terhambat dan tidak kunjung rampung hingga saat ini, meski usulan telah diajukan sejak lama oleh pemerintah.
“RUU ini lama bergulir, tapi tak jarang mandek di tengah jalan. Ini jadi pekerjaan rumah yang harus disegerakan kalau kita serius ingin memberantas korupsi,” kata Mahfud.
Ia juga mengakui ada kekhawatiran dari sebagian pihak soal potensi penyalahgunaan undang-undang ini jika tidak diawasi dengan ketat.
Di penghujung pernyataannya, Mahfud MD mengajak seluruh elemen, terutama DPR dan pemerintah, untuk segera menuntaskan pembahasan dan mengesahkan RUU Perampasan Aset.
Ia percaya bahwa dengan hadirnya aturan ini, upaya pemberantasan korupsi akan semakin efektif dan hasilnya mampu dirasakan oleh seluruh masyarakat Indonesia.
“Ini bukan sekadar soal aturan hukum. Ini adalah perjuangan untuk keadilan, kepentingan negara, dan masa depan bangsa,” pungkasnya.
Dengan semangat tersebut, harapan besar kini tertuju kepada para pembuat kebijakan agar RUU Perampasan Aset segera menjadi kenyataan dan menjadi alat ampuh dalam memerangi korupsi yang telah lama menghantui Indonesia.
Penulis: Win