BATU – Di tengah heningnya Kota Batu yang berselimutkan kabut pagi dan harum bunga apel yang mekar, sebuah rencana menggugah guncangan di hati banyak insan. Sebuah wacana pembangunan gedung baru DPRD Kota Batu senilai Rp 70 miliar, yang sudah melambung masuk dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Tahun Anggaran 2026, seakan mengoyak jalinan harapan warga yang menuntut keadilan dan kebijaksanaan.

Gedung DPRD yang kini berdiri tegak, masih kokoh mencengkeram makamnya di bumi Batu, rupanya menjadi sumber perdebatan. Wajah bangunannya yang tetap memancarkan keanggunan mengisyaratkan bahwa masih layak menjadi tempat berlabuh para wakil rakyat. Namun, angin getir kritik datang dari berbagai penjuru.

Kelompok Kerja (Pokja) Peningkatan Status Kota Batu bukan satu-satunya yang mengangkat suara keberatan. Barisan pelaku seni dan budaya, sang roh kehidupan kota, turut meresapi prihatin dan mengungkapkan penolakannya dengan lantang—terutama melalui suara Ketua Dewan Kesenian Kota Batu (DKKB), Sunarto.

Dalam sayap puitisnya, Sunarto mengungkapkan bahwa gedung DPRD saat ini bagaikan kanvas yang masih utuh, tak perlu dilenyapkan. Lebih baik sebait perhatian dan sentuhan lembut untuk revitalisasi dan renovasi, daripada membiarkan rezeki yang mengalir deras habis di bangunan baru yang belum pantas meraih tempat utama. Karena di sisi lain, banyak karya seni dan budaya yang meratap dalam sunyi, menunggu belaian kasih dari pemerintah yang peduli.

“Gedung Kesenian Batu Aji, rumah sakral bagi para pengukir jejak seni, sudah lama menanti uluran tangan. Bahkan kami yang terikat oleh doa dan janji seni rela bersatu hati, berjuang mengumpulkan secuil rezeki demi merawatnya. Tapi kini, bangunannya merana, seolah bisu dan tak berdaya. Sungguh menyayat hati melihatnya seperti rumah hantu yang menakutkan para pejalan kaki dan wisatawan,” lirih Sunarto, mengenang perjuangan dan harapan yang tak kunjung padam, Jumat, 19/9/2025.

Gemuruh kritik pun membahana terhadap anggaran Rp 70 miliar yang direncanakan untuk gedung baru DPRD. Dana sebanyak itu, Sunarto tegas, seharusnya berlabuh pada pelabuhan produktif: UMKM, ekonomi kreatif, dan pariwisata budaya—yang akan menenun benang-benang kesejahteraan bagi rakyat Kota Batu.

“Jika dikelola dengan hati, dana tersebut akan menjadi bisikan angin yang menggerakkan roda perekonomian, bukan menjadi beban yang menambah jarak antara rakyat dan wakilnya. Kota Batu bukan hanya pulau keindahan buatan, tapi juga lanskap budaya dan alam yang menakjubkan. Sayang sekali jika potensi itu tenggelam dalam keangkuhan pembangunan gedung megah yang tak berarti,” ujar Sunarto dengan semangat membara.

Ia menambahkan, semangat efisiensi anggaran yang digaungkan Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, harus menjadi lentera dalam mengambil keputusan.

Ada begitu banyak kebutuhan mendesak yang menanti sentuhan kebijakan: penerangan jalan yang redup, drainase yang tersumbat, jalan penghubung antar-desa yang memanggil untuk diperbaiki, hingga masalah sampah, pendidikan, kesehatan, dan penanggulangan kemiskinan serta pengangguran yang harus didahulukan.

“Membangun gedung baru bagi mereka yang hanya duduk, rapat, dan menyeruput kopi tanpa kerja nyata, sama saja menambah luka dan duka rakyat. Kesenjangan sosial yang membentang bagai langit dan bumi terasa semakin lebar,” katanya penuh pilu.

Namun, dari sanubari terdalam, Sunarto dan rekan-rekannya memilih jalan damai. Cinta mereka pada Kota Batu jauh lebih besar daripada sekadar orasi dan demontrasi.

“Kami tidak akan berdemo. Cinta kami pada Batu terpatri dalam setiap helaan napas dan doa. Suara kami akan kami kirim dalam bentuk surat yang penuh harap kepada eksekutif, legislatif, dan semua pihak terkait, supaya mereka menyimak dan mempertimbangkan ulang niat pembangunan ini,” pungkasnya dengan penuh keyakinan.

Penulis: Win

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri