Kontribusi Signifikan Jawa Timur dalam Sektor Peternakan

Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, Ir. Indyah Aryani, M.M., sangat setuju dengan predikat Jawa Timur sebagai pilar ketahanan pangan. Ia bahkan menyebut Jawa Timur telah mencapai kedaulatan pangan.

Bu Indyah memaparkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2025 yang menunjukkan dominasi Jawa Timur:

  • Daging Sapi: Jawa Timur menyumbang 20% dari produksi daging nasional, atau 121.387 ton dari total 597.754 ton. Populasi sapi potong di Jawa Timur mencapai 3,2 juta ekor dari 11,7 juta populasi nasional.
  • Ayam Pedaging (Broiler): Populasi di Jawa Timur mencapai 418,7 juta ekor, menyumbang hampir 15% dari total populasi nasional.
  • Ayam Petelur: Jawa Timur adalah produsen telur nomor satu di Indonesia, dengan populasi 131,8 juta ekor dari 414,7 juta ekor nasional, berkontribusi hampir 35%.
  • Susu: Dari total 500 ribu ekor sapi perah nasional, sekitar 300 ribu ekor (62-65%) berada di Jawa Timur, menjadikannya kontributor terbesar produksi susu nasional dengan 2,2 juta ton dari 6,3 juta ton total produksi nasional (sekitar 32%).

Meskipun demikian, Indonesia secara keseluruhan masih membutuhkan impor sapi 52% dan susu 79% dari kebutuhan nasional. Khusus untuk susu, 75% kebutuhan industri pengolah susu di Jawa Timur masih dipenuhi dari impor.

Tantangan dan Strategi Pemerintah Provinsi

Dinas Peternakan Jawa Timur memiliki visi yang selaras dengan misi Gubernur, yaitu “Jatim Agro” yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan petani-peternak melalui tata niaga berkeadilan, akses optimal pada sarana produksi, pembiayaan, dan infrastruktur.

Bu Indyah mengakui bahwa peternakan adalah bisnis dengan risiko tinggi (high risk) karena melibatkan makhluk hidup yang rentan sakit, batuk, atau flu. Kunci untuk meminimalkan kerugian adalah manajemen pakan yang efisien, yaitu bagaimana menghasilkan pakan semurah mungkin dengan kualitas terbaik.

Beberapa strategi yang diupayakan Pemprov Jawa Timur meliputi:

  1. Membangun Kemitraan: Menggandeng perusahaan besar seperti PT. Greenfield, PT. Nestle Indonesia, PT. Indolakto (untuk sapi perah), serta Charoen Pokphand Indonesia, Komfit, dan PT. Wonokoyo (untuk ayam) untuk bermitra dengan peternak rakyat. Contohnya, PT. Greenfield mengimpor 1.100 ekor sapi perah dari Australia yang kemudian dimitrakan dengan peternak lokal.
  2. Pendampingan dan Pelatihan: Memberikan pendampingan melalui kelembagaan kelompok dan pelatihan tentang manajemen pakan berbasis lokal untuk meminimalkan biaya produksi.
  3. Memanfaatkan UPT: Dinas memiliki 10 Unit Pelaksana Teknis (UPT) untuk sapi potong, sapi perah, itik, ayam lokal, kambing, dan domba, yang siap memfasilitasi pendampingan, pelatihan, hingga magang bagi peternak[cite: 65, 66].
  4. Intervensi Harga Komoditas: Pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga, seperti yang terjadi pada harga live bird (ayam broiler) yang sempat turun. Dinas bersama Dirjen Peternakan dan pihak terkait menyepakati harga minimum Rp18.000 per ekor di tingkat peternak untuk memastikan mereka tetap mendapat margin.

Suara dari Peternak Muda dan Realita Lapangan

Mas Agung, seorang peternak ikan dan bebek dari Mojokerto, berbagi pengalamannya. Ia menyoroti fluktuasi harga, terutama harga bebek yang anjlok setelah Hari Raya Idulfitri, “Ini saya kosongkan [kandang] untuk menghindari kerugian,” katanya, menunjukkan bagaimana peternak harus cermat mengelola risiko.

Mas Agung, yang berlatar belakang teknologi pertanian, mengungkapkan bahwa fokus pendidikannya lebih pada pasca panen dan mikrobiologi fermentasi, bukan pada teknis budidaya. Ia mengakui bahwa masih banyak petani dan peternak konvensional yang mengandalkan “feeling” dibandingkan ilmu pengetahuan dalam pemberian pakan atau pemupukan.

“Kalau petani yang sepuh, biasanya untuk diarahkan pakai mikrobiologi gitu agak susah memang karena butuh… enggak langsung kelihatan hasilnya,” ujar Mas Agung, menekankan bahwa dampak teknologi di pertanian atau peternakan baru terlihat minimal 6 bulan setelah aplikasi. Ini menegaskan perlunya ketekunan dan kesabaran dalam usaha peternakan.

Menanggapi keluhan petani tebu di Malang Raya yang berencana demo pada 25 Juli karena harga anjlok, Restu Indah berharap Dinas Perkebunan dapat merespons. Ia juga menegaskan pentingnya menjaga komitmen semua pihak agar peternak dan petani tidak merasa “ditemani” namun terabaikan.

Komitmen untuk Masa Depan Pangan Bangsa

Pemerintah Provinsi Jawa Timur melalui Dinas Peternakan berkomitmen untuk terus mendampingi para peternak, “Jawa Timur ini menjadi tumpuan nasional dalam ketersediaan daging, telur, [dan] susu,” kata Bu Indyah. Ia berharap potensi besar ini dapat terus dioptimalkan.

“Semoga ini menjadi jawaban. Banyak peternak kita yang belum efisien secara produksi, dan mereka memang perlu didampingi untuk terus berproduksi,” tutup Restu Indah. Dengan militansi peternak Jawa Timur dan dukungan pemerintah, diharapkan masa depan protein bangsa akan terus terjaga, dari setiap tetes susu, setiap telur yang menetas, hingga suara kandang yang tak pernah sepi.(*)

1 2

Penulis: Fim

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri