Koperasi Merah Putih Surabaya: Inovasi dan Tantangan dalam Pemberdayaan Ekonomi Lokal

SURABAYA – Koperasi Merah Putih di Surabaya, sebuah inisiatif baru yang bertujuan memberdayakan masyarakat melalui sektor riil, terus berupaya menggebrak stagnasi koperasi yang selama ini didominasi oleh simpan pinjam. Dengan dukungan penuh dari Pemerintah Kota Surabaya dan Dinas Koperasi, UKM, serta Perdagangan, koperasi ini mengusung visi besar untuk menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan.
Dalam sebuah diskusi terbuka / Dialog Interaktif “Semanggi Suroboyo” yang disiarkan oleh Radio Suara Surabaya, Jum’at, 25/7/2025, Kepala Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Surabaya, Ibu Febrina Kusumawati, bersama Kabid Koperasi Bapak Reza Faredi, dan Ketua Tim Kerja Pemberdayaan Bapak Ahmad Fajar Faza, membahas berbagai aspek penting terkait pengembangan Koperasi Merah Putih.
Merekrut Pegawai Tanpa APBD/APBN: Kemandirian Koperasi
Salah satu poin menarik yang ditekankan adalah kemandirian finansial koperasi. Ibu Febrina menjelaskan bahwa Koperasi Merah Putih, setelah besar dan meraih keuntungan, mampu merekrut pegawai atau manajer yang gajinya dibayarkan dari keuntungan koperasi itu sendiri. “Jadi sebenarnya tidak ada APBN ataupun APBD untuk menggaji mereka,” tegasnya. Meskipun demikian, kontrol dan pengawasan tetap berada di bawah Dinas Koperasi Surabaya, memastikan setiap usulan dan langkah pengembangan selaras dengan tujuan besar koperasi.
Peran Penting Modal dan Inisiasi Anggota
Bapak Agus Suryo, salah seorang pendengar yang juga merupakan pengurus Koperasi Merah Putih, mengungkapkan tantangan terkait modal dasar. Menurutnya, untuk berkembang cepat, koperasi membutuhkan modal yang kuat, sementara pengurus yang baru terbentuk belum memiliki banyak anggota.
Menanggapi hal ini, Bapak Reza Faredi menjelaskan bahwa modal tidak bisa kosong. “Artinya, mari kita lihat inisiasi apa di situ. Sudah ada catatan, sudah ada omongan, warga butuh ini, dan segala macam. Ya itu yang bisa kita hubungkan,” papar Reza. Dinas Koperasi juga memfasilitasi akses permodalan melalui Bank Negara, Bank Himbara, dan Bank BPRSAU, meskipun tetap menekankan perlunya proposal yang jelas mengenai inisiasi dan potensi di wilayah tersebut.
Memangkas Rantai Pasok: Kasus LPG dan Peluang Lainnya
Isu pemotongan rantai pasok dalam distribusi LPG (Liquefied Petroleum Gas) juga menjadi sorotan. Bapak Agus Suryo mempertanyakan potensi masalah di lapangan jika rantai pasok dipangkas langsung dari depo ke konsumen. Bapak Reza Faredi menanggapi bahwa Koperasi Merah Putih bisa mengambil peluang ini, dengan posisi yang sama seperti distributor lain. “Kalau situasi koperasi bisa punya inisiasi, aku bisa antar jemput lah, kenapa enggak ambil dengan posisi yang sama,” jelasnya, menekankan bahwa semakin banyak keperluan manusia, semakin banyak peluang yang bisa ditangkap koperasi.
Koperasi dan Produk Lokal: Kesempatan bagi UMKM
Bapak Wawan (pendengar aktif), seorang distributor produk makanan instan, menanyakan apakah Koperasi Merah Putih juga akan menampung produk dari industri yang sudah mapan, atau hanya berfokus pada produk lokal UMKM. Bapak Reza Faredi menegaskan bahwa ruang gerak Koperasi Merah Putih sangat luas, termasuk pemenuhan logistik.
“Artinya kalau Bapak tadi punya brand yang instan, yang masih dekat dengan logistik, ya kenapa tidak? Jadi, lagi-lagi kan motong rantai,” ujarnya. Koperasi ini diharapkan dapat memangkas jalur distribusi, dari produsen langsung ke toko koperasi, dan selanjutnya ke konsumen, sehingga memangkas biaya dan waktu.
Koperasi Disabilitas dan KUD: Kolaborasi dan Perbedaan
Diskusi juga melibatkan peran koperasi dalam membantu kelompok disabilitas. Bapak Haryadi (pendengar aktif), pengurus Koperasi Disabilitas Indonesia di Surabaya, menyatakan kesiapannya untuk berkolaborasi dengan Koperasi Merah Putih. Ibu Febrina menyambut baik usulan ini, mengingat setiap kelurahan pasti memiliki warga disabilitas yang dapat direkrut dan diberdayakan.
Mengenai perbedaan antara koperasi saat ini dengan Koperasi Unit Desa (KUD) di masa lalu, Bapak Agung Purnomo, seorang pendengar, mengungkapkan kerinduannya pada KUD Lamongan dan mempertanyakan mengapa koperasi tidak mampu bersaing dengan minimarket modern. Bapak Ahmad Fajar Faza menjelaskan bahwa secara prinsip, tujuan koperasi itu sama: memenuhi kebutuhan anggota. “Jadi jangan ngomong simpan pinjamnya dulu, kita ngomong sektor riilnya dulu,” tegas Fajar, mendorong koperasi untuk lebih fokus pada kegiatan ekonomi produktif.
Transformasi Digital dan Transparansi
Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, menegaskan komitmen Pemkot Surabaya untuk mendukung Koperasi Merah Putih. Pinjaman bunga ringan sebesar 0,3% melalui BPR Surabaya disiapkan untuk permodalan. Selain itu, semua koperasi akan memakai sistem digital untuk menjaga transparansi dan mencegah penyalahgunaan.
Menarik UKM Menjadi Anggota dan Mengatasi Tantangan Pemasaran
Ibu Selvi, salah seorang pendengar, sangat antusias dengan Koperasi Merah Putih, bahkan menawarkan diri untuk bergabung dan membantu memasarkan produknya berupa tanaman hias. Ibu Febrina Kusumawati menyambut baik semangat Ibu Selvi, menjelaskan bahwa Koperasi Merah Putih tidak akan bersaing dengan toko kelontong tradisional, melainkan membantu mereka bersaing dengan minimarket modern. Koperasi ini juga akan membantu pemasaran produk-produk anggota, termasuk dengan melibatkan anak-anak muda yang ahli dalam digital marketing.
Bapak Fajar menambahkan bahwa koperasi harus aktif mengajak UKM menjadi anggota, sehingga UKM bisa fokus berproduksi sementara koperasi menangani pemasaran dan logistik. “Artinya kami itu punya cita-cita. Ketika produk koperasi itu yang masuk dalam SKG (Surabaya Economic Area) itu. Bukan nama UKM. Oke kata-kata kalau nama UKM. Tapi nanti dibawahnya itu dipasarkan oleh Koperasi apa,” ungkap Fajar, menyoroti pentingnya kurasi produk baik dari segi harga, rasa, maupun kemasan.
Kolaborasi dengan Koperasi Besar dan Kebijakan Wajib Beli Produk Koperasi
Bapak Agus Budiono dari Gerai Gresik, menyarankan kolaborasi dengan koperasi-koperasi besar seperti KWSG (milik Semen Gresik) dan K3PG (milik Petrokimia Gresik) untuk memperkuat permodalan dan sektor usaha. Ibu Febri mengamini usulan ini, menyatakan bahwa saat ini sedang dilakukan pengelompokan koperasi untuk memfasilitasi kolaborasi.
Pak Agus Budiono juga mengusulkan agar Wali Kota Surabaya mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan semua anggota membeli produk-produk sembako yang disiapkan oleh Koperasi Merah Putih. “Insya Allah, dalam pertengahan jalan, Merah Putih akan berjalan dengan baik,” ujarnya optimistis. Ibu Febri berjanji akan menyampaikan usulan ini kepada Wali Kota.
Legalitas dan Harapan ke Depan
Koperasi Merah Putih Surabaya telah melengkapi semua persyaratan legalitas, mulai dari badan hukum, akta pendirian, hingga Nomor Induk Berusaha (NIB) dan Kode Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI). Ini menandakan kesiapan koperasi untuk berkoordinasi dan berintegrasi dengan berbagai pihak, termasuk perbankan.
Melalui diskusi ini, terlihat bahwa Koperasi Merah Putih Surabaya memiliki potensi besar untuk menjadi model koperasi modern yang berfokus pada sektor riil dan pemberdayaan masyarakat. Dukungan pemerintah, inisiatif anggota, serta kolaborasi dengan berbagai pihak menjadi kunci utama kesuksesan koperasi ini dalam mewujudkan kesejahteraan bersama.
Apakah Anda tertarik untuk bergabung dengan Koperasi Merah Putih atau memiliki ide kolaborasi lainnya? (*)
Penulis: Fim