BATU (JATIMLINES.ID) – Rombongan NGO (Non Goverment Organization), Yayasan Ujung Aspal (YUA), Jawa Timur, yang diketuai Alex Yudawan, mengunjungi kantor DPRD Kota Batu, Jumat (20/9/2024) untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.
Setibanya pukul 09.00 WIB, rombongan YUA disambut oleh Sekretaris DPRD Kota Batu, Endro Wahyudi. Meskipun mereka sempat menunggu hingga pukul 09.30 WIB untuk bertemu dengan Ketua DPRD Kota Batu, pertemuan tersebut diawali dengan dua kali pemukulan gong di ruang Rapat Pimpinan lantai dua.
Dalam pertemuan itu, Ketua YUA Jatim, Alex Yudawan, menyampaikan pandangan mereka terkait kebijakan pajak di Kota Batu yang diatur dalam Perda No 4, Tahun 2023 mengenai pajak dan retribusi daerah.
“Pernyataan sikap YUA Jatim ada empat item diantaranya: satu memohon kepada pemerintah dan DPRD Kota Batu untuk segera membatalkan keputusan tentang kenaikan tarif PBB-P2 di Kota Batu. Dua: Pemerintah Kota Batu, dalam menetapkan PBB-P2 seharusnya berdasarkan kajian dan disosialisasikan kepada masyarakat secara langsung dengan melalui perencanaan yang baik dengan melihat kondisi kehidupan masyarakat secara komperhensif,” kata Alex Yudawan.
“Tiga:. Menaikan PBB-P2 bukanlah satu-satunya cara mencapai pendapatan asli daerah (PAD), pemerintah harus cari cara lain dengan kreatifitas dan inovatif dalam mencapai target PAD, karena saat ini bukanlah waktu yang tepat memainkan tarif PBB-P2 karena kondisi ekonomi masyarakat yang memprihatikan. Empat: Berdasarkan amanat undang-undang penetapan tarif PBB-P2 yang dibahas pemerintah dan DPRD Kota Batu, harus sesuai dengan ketentuan pasal 41 unda – undang No 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Satu (1) tarif PBB-P2 ditetapkan paling tinggi sebesar 0,5 persen,” tegasnya
Ketua Koordinator Lapangan (Korlap) YUA, Nuch Komarudin, menyoroti ketimpangan dalam penerapan pajak yang dinilai memberatkan.
Selain itu, Anggota YUA, Firmansyah juga menyampaikan agar DPRD segera membatalkan tarif PBB-P2 di Kota Batu. Ia menegaskan bahwa kenaikan PBB seharusnya bukan menjadi tolak ukur pencapaian PAD, terutama mengingat kondisi ekonomi masyarakat yang semakin sulit, dengan kenaikan pajak mencapai 0,5 persen.
Anggota YUA, Heri Sudarno, turut mempertanyakan dasar penetapan NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) untuk rumah-rumah, seperti di Jl. Munif, yang menurutnya menjadi beban berat bagi warga Kota Batu karena zonasi yang tidak jelas.
Anggota YUA, Djumadi, menyatakan bahwa kenaikan pajak PBB di Kota Batu, lebih diarahkan kepada hotel dan restoran, sementara PBB untuk masyarakat umum tetap stabil. Kenaikan PBB-P2 dinilai sangat berpengaruh bagi masyarakat, terutama mereka yang mendapatkan tanah melalui warisan atau pemberian orang tua. Ia menekankan pentingnya memperjuangkan hak masyarakat yang sudah diakomodasi oleh DPRD.
Waktu yang sama, Ketua DPRD Kota Batu, politisi PKB H.Muhammad Didik Subiyanto, S.H menjelaskan bahwa, masalah pajak ini akan dibahas lebih lanjut dengan Pj.Walikota pada saat pertemuan di KPU. Ia menyoroti ketidakadilan dalam kenaikan NJOP, yang membuat pajaknya sendiri lebih mahal dan ia merasa prihatin terhadap kondisi masyarakat Kota Batu
Wakil Ketua DPRD Kota Batu, Ir. Punjul Santoso, juga menjelaskan bahwa DPRD masih dalam proses membentuk alat kelengkapan definitif, komisi-komisi, serta tata tertib. DPRD Kota Batu terdiri dari enam fraksi, yakni PKB, PDIP, PKS, Gerindra, Golkar, dan gabungan (PAN, Demokrat, Nasdem).
Lebih jauh, Punjul menegaskan bahwa keluhan masyarakat sudah diterima, dicatat bahkan diikuti oleh media serta perwakilan kepala desa di Kota Batu. Soal penghapusan atau pengurangan pajak akan dikaji lebih lanjut, khususnya untuk masyarakat kecil yang tidak mampu.
“NJOP dibawah Rp 500 juta dikenai pajak mulai dari 0,02 persen hingga 0,03 persen, dan usulan ini akan ditampung oleh fraksi-fraksi serta dilaporkan kepada Pj.Walikota dan Forkompimda,” tegas politisi PDIP Perjuangan ini
Anggota DPRD Kota Batu, Khamim Tohari, menyampaikan, dirinya akan berjanji untuk mengawal masalah PBB ini hingga tahun depan, dengan memastikan adanya penurunan pajak.
“Menurutnya, saat ini pajak menjadi isu yang kompleks karena masyarakat bingung dan khawatir. Namun, ia optimis bahwa pajak di tahun depan akan turun dan masalah ini akan terselesaikan,” tandas politisi PDIP Perjuangan.
Anggota DPRD, Didik Machmud, menyampaikan bahwa pajak sudah dikaji dan diuji publik dari Provinsi Jatim dan mengundang kepala desa se Kota Batu. Bahwa kenaikan pajak diatas 0,05 persen yang memiliki 4 miliar sampai 10 miliar.
“Sedangkan 0,01 persen, sampai 0,02 persen tidak naik. Bahkan ada pajak yang kita bebaskan dibawa seratus ribu. Sedangkan sertifikat fasum (fasilitas umum) seperti tempat ibadah dan lain lain kita bebaskan,” tegas politisi Golkar.
Anggota DPRD, Syaifudin Polisi PKS mengatakan, masalah keluhan pajak nantinya kita bahas dengan Bapenda. Inventaris data lengkap dan zonasi harus jelas, ditambah keluhannya apa untuk bahan diskusi dengan Bapenda. Sehingga nantinya diinventarisir jadi bahan diskusi dengan Bapeda. Harus balance dan proporsional.
Harapannya sektor pertanian di kota batu, jangan di jual sehingga dapat dimiliki oleh orang Batu.
Kenaikan pajak PBB mencapai 700 persen, namun hanya berlaku bagi kalangan masyarakat tertentu.
Penggabungan beberapa pajak menyebabkan kenaikan tersebut.
Sementara itu, Kepala Badan Pendapatan Daerah (BAPENDA) Kota Batu, Nur Adim saat ditemui diruang kerjanya menyatakan bahwa, hingga Agustus 2024, pembayaran PBB sudah mencapai 72 persen, yang menunjukkan adanya peningkatan baik dari segi jumlah maupun persentase dibandingkan tahun sebelumnya.
“Total kenaikan PBB di Kota Batu mencapai 70,42 persen sejak penetapan awal tahun. Rinciannya, Kecamatan Batu mencatat kenaikan sebesar 67,63 persen, Kecamatan Bumiaji 59,50 persen dan Kecamatan Junrejo sebesar 84,65 persen. Kecamatan Batu masih menjadi yang paling dominan dalam pembayaran pajak,” ujarnya.
Nur Adim juga berharap, agar masyarakat tetap taat membayar pajak dan ia mengucapkan terima kasih kepada seluruh masyarakat wajib pajak yang telah membayar PBB di tahun 2024. Ia juga menyampaikan harapan agar di tahun 2025 kondisinya akan lebih baik, dengan rencana penurunan pajak sebesar 30 persen.
“Penurunan tersebut akan diberlakukan karena adanya Perwali yang dibuat oleh walikota, dengan rumus penghitungan pajak baru. Meskipun saat ini pajak tetap 30 persen, ke depannya akan ada penyesuaian agar nilainya menurun setelah dilakukan penghitungan ulang. Kenaikan pajak PBB mencapai 700 persen, namun hanya berlaku bagi kalangan masyarakat tertentu. Seperti penggabungan beberapa pajak menjadi satu nama, sehingga menyebabkan kenaikan pajak pada 0,03 persen sampai 0,05 persen,” pungkasnya.
Penulis: Schaldy
Editor: Eka Saputra