Perhatian harus diberikan kepada:

Membuka dan Menjaga Kanal Ekspresi Publik

Pers dan media sosial harus tetap menjadi tempat bangsa ini ‘berbicara’, meski terkadang bersuara gaduh dan nyaring.

Menegakkan Hukum dengan Adil dan Tegas

Rakyat harus percaya bahwa hukum ada bukan untuk menindas, melainkan membela dan melindungi.

Kehadiran Pemimpin di Tengah Krisis

Pemimpin harus menjadi penenang, bukan pelarian. Tanggung jawab yang nyata menjauhkan potensi kekosongan otoritas.

Kerusuhan sebagai Pertunjukan, Indonesia sebagai Panggung Harapan

Bayangkan sebuah hari di Jakarta, seorang menteri dilempar ke Kali Ciliwung dengan tubuh setengah telanjang, diabadikan oleh puluhan kamera ponsel dan menjadi tontonan dunia. Tragedi itu bukan hanya aib politik tapi juga aib kemanusiaan sebuah bangsa.

Apakah kita rela Indonesia menjadi Nepal berikutnya?

Sejarah telah berbicara lantang, memberi kita cermin untuk belajar, bukan hanya mengutuk.

Agar sungai kita – baik itu Ciliwung, Citarum, atau yang lainnya – tetap menjadi tempat anak-anak bermain dan belajar, bukan ajang penenggelaman martabat pejabat.

Agar rakyat tetap percaya bahwa keadilan akan lahir, tanpa harus menelanjangi negeri.

Langkah Nyata Pemerintah Menjawab Keresahan

Presiden Prabowo Subianto dan DPR telah mengambil langkah-langkah penting sebagai respon atas gelombang keresahan ini. DPR menghentikan tunjangan perumahan anggota sejak 31 Agustus 2025, serta menunda kunjungan kerja luar negeri mulai 1 September 2025. Transparansi dan akuntabilitas ditingkatkan lewat evaluasi terhadap tunjangan komunikasi dan transportasi.

Tak hanya itu, pembahasan RUU Perampasan Aset yang lama mandek dibuka kembali sebagai syarat mutlak untuk menjawab tuntutan publik atas pemberantasan korupsi. Presiden juga melakukan perombakan kabinet sebagai bukti keseriusan pemerintahan dalam merespons situasi.

Meski dimulai dari keresahan ekonomi—daya beli yang melemah dan lapangan kerja yang sempit. Masalah ini adalah akar yang harus segera diatasi agar tidak menjadi lumpur yang menenggelamkan tatanan sosial dan politik.

Membangun Masa Depan Melalui Kepercayaan dan Keadilan

Kepercayaan adalah jembatan rapuh yang menghubungkan rakyat dengan negara. Ketika jembatan itu kokoh, jalur komunikasi dan pengabdian berjalan lancar. Namun ketika reputasi pemerintah dan institusi memudar, rakyat merasa tersisih, lalu mencari alternatif pemenuhan keadilan, meskipun lewat cara yang brutal dan destruktif.

Nepal menjadi cermin bagi Indonesia bahwa tanpa kehadiran kepemimpinan yang tegas dan adil, tanpa ruang demokrasi yang terbuka, tanpa pemerataan kesempatan ekonomi, masyarakat akan mencari keadilan di luar jalur resmi. Dengan ketimpangan sosial yang tajam dan larangan berekspresi yang ketat, kemarahan kaum muda bisa jadi bahan bakar kebakaran sosial.

Indonesia tengah berdiri di persimpangan. Masih ada harapan kuat, tapi itu harus dipelihara dengan kerja keras. Reformasi multi-dimensi harus terus diupayakan bukan hanya di atas kertas, tapi dalam besi-besi kehidupan nyata: ekonomi yang berkeadilan, keterbukaan informasi, dan kebijakan sosial yang pro-rakyat.

Meningkatkan Kualitas Demokrasi: Memperluas Ruang Ekspresi

Krisis kepercayaan tak hanya soal ekonomi, tapi juga soal ruang suara yang dilewatkan atau dibatasi. Era digital telah membuka begitu banyak kemungkinan bagi rakyat, terutama generasi muda, untuk terlibat dalam percakapan politik dan sosial.

Menutup akses media sosial, sebagaimana terjadi di Nepal, menjadi obat yang salah. Maka, Indonesia harus menjaga ruang ekspresi tetap hidup dan dinamis. Bukan untuk merangsang kerusuhan, melainkan untuk menyalurkan keresahan dan aspirasi secara sehat dan konstruktif.

Pemerintah, media, dan masyarakat sipil harus bersinergi menciptakan ekosistem komunikasi yang terbuka tapi bertanggung jawab, agar protes berwujud kritik produktif, bukan kekerasan destruktif.

Pemimpin sebagai Pengayom: Tidak Lari, Tapi Hadir

Seorang pemimpin bukan hanya simbol kekuasaan, tapi pelindung dan penyejuk bagi rakyat. Dalam setiap krisis, keberadaan mereka sangat menentukan. Jika pemimpin lari atau menghilang, seperti yang terjadi di Nepal, akan tercipta ruang hampa penuh ketidakpastian yang dengan cepat menjadi magnet bagi kerusuhan.

Indonesia harus mendorong pemimpin yang mampu berdiri di depan rakyat menghadapi permasalahan, mengayomi dan mendengarkan suara-suara yang ada. Kepemimpinan yang transparan, terbuka, dan responsif akan mengurangi ketegangan dan memberi harapan nyata.

Pentingnya Keadilan Sosial dan Kesetaraan Ekonomi

Tak kalah penting adalah penyelesaian ketimpangan yang memang menjadi akar banyak keresahan. Program-program penanggulangan kemiskinan, pengentasan pengangguran, terutama bagi pemuda, harus dipercepat dan dilaksanakan dengan konsisten.

Ketimpangan yang semakin tampak, seperti kemewahan anak pejabat vs. kesulitan rakyat biasa, menjadi simbol kebencian yang bisa mudah menyulut api kerusuhan. Pemerintah harus memberikan contoh nyata kesungguhan dalam membangun negara yang adil dan makmur.

Sebagaimana pepatah lama mengingatkan, “Ketidakadilan dimana saja, adalah ancaman keadilan dimana pun.” Indonesia harus memastikan bahwa keadilan tidak hanya wacana, tapi kenyataan.

Membangun Kembali Kepercayaan dengan Langkah Konkret

Survei terbaru menunjukkan bahwa mayoritas kaum muda Indonesia masih menyimpan kepercayaan terhadap institusi tertentu. Ini modal sosial yang harus dijaga dan diperkuat. Antisipasi terhadap melemahnya kepercayaan harus dilakukan dengan tindakan nyata, bukan sekadar retorika.

Di antaranya, reformasi birokrasi yang bersih, penguatan lembaga hukum, pemberantasan korupsi tanpa kompromi, dan transparansi anggaran negara akan menjadi manifestasi komitmen pemerintah dalam menjawab kerisauan rakyat.

Langkah-langkah lunak seperti dialog terbuka dengan kelompok masyarakat, memperkuat pendidikan demokrasi, dan mengakomodasi aspirasi masyarakat dapat menjadi perisai sebelum amarah meluber dalam benturan sosial.

Cermin bagi Masa Depan

Nepal adalah pelajaran menggugah: negara yang hancur bukan karena musuh luar, tapi karena ketidakmampuan menjaga ikatan kepercayaan dengan rakyatnya sendiri.

Indonesia harus menjadikan pengalaman itu sebagai pelindung dan pengingat. Agar sungai-sungai kita tetap mengalir jernih, menjadi sumber kehidupan dan kebahagiaan, bukan lautan darah dan luka.

Kita bersyukur bahwa saat ini negara masih berdiri tegak, dan udaranya bisa tetap dihirup dengan harapan. Tapi tahan hati dan waspada agar bara kecil keresahan tak berubah menjadi kobaran api yang merusak segalanya.

Penutup: Negeri yang Harmonis Ada di Tangan Kita

Akhirnya, mari ingat sebuah kebenaran sederhana namun mendalam: sebuah bangsa hanya sekuat saling percaya dan keadilan yang dirasakan di setiap jalan dan sudut rumah.

Mungkin, suatu hari nanti, generasi mendatang akan menceritakan pada kita bagaimana Indonesia berhasil menjaga damai dan keadilan, dari tragedi tetangga yang nyaris kehilangan jiwanya.

Di sanalah letak tugas kita, bukan hanya menyuarakan keadilan, tapi merangkai dan memeluknya dengan sepenuh hati.

Karena negara adalah bukan hanya simbol di atas kertas, tapi juga jiwa dan harapan dari setiap insan yang hidup di dalamnya.

1 2

Penulis: Eko Windarto

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Iklan

Selamat Hari Raya
Selamat Hari Raya Idul Fitri