Ustadz Yusuf Hasymi Tafsir Surah Al-Kautsar: Nikmat yang Tak Terputus

Surah Al-Kautsar terdiri dari tiga ayat pendek, namun sarat makna. Surah ini diturunkan di Makkah sebagai bentuk hiburan dan penguatan hati bagi Rasulullah SAW yang kala itu tengah mengalami kesedihan mendalam karena kehilangan putra-putranya, satu per satu, sejak kecil: Qasim, Abdullah, dan Ibrahim.
- Latar Belakang (Asbābun Nuzūl)
Sejumlah riwayat menyebut bahwa para penentang dakwah Nabi Muhammad SAW seperti Abu Lahab, Abu Jahal, dan Ash bin Wā’il mengejek Rasul dengan sebutan “abtar”—yang artinya terputus, tidak memiliki keturunan laki-laki untuk meneruskan nama dan perjuangan. Dalam kultur Arab kala itu, anak laki-laki dipandang sebagai penerus kehormatan. Oleh karena itu, wafatnya putra-putra Nabi menjadi bahan cemoohan dari musuh-musuhnya.
Di sinilah Allah SWT menurunkan Surah Al-Kautsar sebagai bentuk penghiburan dan jaminan: bahwa Nabi tidaklah “terputus,” justru Allah memberikan kepadanya karunia yang jauh lebih agung.
- Ayat demi Ayat dan Maknanya
Ayat 1: إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ
“Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu al-Kautsar.”
Kata “Innā” menunjukkan keagungan Allah—sebuah bentuk penegasan dari Allah yang Mahasempurna. Sementara itu, “al-Kautsar” berasal dari akar kata katsir (banyak). Namun dalam bentuk ini, ia berarti nikmat yang sangat banyak dan tak terhingga.
Para ulama tafsir mengartikan al-Kautsar dengan berbagai makna:
- Nikmat kenabian dan risalah.
- Al-Qur’an sebagai pedoman hidup.
- Umat yang banyak.
- Telaga khusus di akhirat (haudh) milik Rasulullah SAW, yang airnya lebih putih dari susu dan lebih harum dari misik, tempat beliau menyuguhkan minuman kepada umatnya sebelum melintasi shirat.
Dalam ceramahnya, Ustadz Yusuf Hasymi menjelaskan bahwa al-Kautsar adalah bentuk penghiburan dari Allah karena tiga putra Nabi wafat sejak kecil. Kata “banyak” di sini mencakup dimensi spiritual, sosial, dan ukhrawi.
Ayat 2: فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
“Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah.”
Sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat yang agung tersebut, Rasul diperintahkan untuk melaksanakan dua bentuk ibadah utama:
- Shalat sebagai penguatan hubungan vertikal dengan Allah.
- Nahr (penyembelihan/berkurban) sebagai ekspresi ketundukan dan syiar Islam di tengah umat.
Ustadz Yusuf menekankan bahwa perintah ini tidak hanya untuk Nabi, tetapi juga menjadi teladan bagi umat Islam agar senantiasa menyeimbangkan ibadah spiritual dan sosial, serta menjadikan salat dan kurban sebagai bentuk manifestasi syukur atas nikmat Allah.
Ayat 3: إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ الْأَبْتَرُ
“Sesungguhnya orang yang membencimu, dialah yang terputus.”
Ayat ini adalah balasan langsung terhadap ejekan para penentang Nabi. Justru merekalah yang akan terputus dari keberkahan, amal kebaikan, dan sejarah. Sementara nama Nabi Muhammad SAW terus disebut, dimuliakan, dan dibacakan dalam setiap azan, salat, dan kehidupan umat Islam hingga hari kiamat.
Dalam analogi Ustadz Yusuf, “abtar” seperti cicak yang kehilangan ekor—tidak lengkap dan tidak layak disebut utuh. Maka mereka yang mencela Rasul sebagai “abtar” justru kehilangan kehormatan sejati di hadapan Allah dan sejarah.
- Penutup: Al-Kautsar adalah Jalan Kelimpahan
Surah Al-Kautsar, meski pendek, memberi pelajaran besar:
- Bahwa nikmat Allah kepada Nabi Muhammad SAW sangat banyak, dan karunia itu diwariskan pula kepada umatnya yang setia.
- Bahwa salat dan kurban adalah bentuk nyata rasa syukur atas karunia hidup.
- Bahwa kemuliaan sejati adalah yang berasal dari Allah, bukan dari persepsi manusia.
Ustadz Yusuf Hasymi dalam penutup ceramahnya menyampaikan, siapa pun yang menjadikan Nabi sebagai teladan dan istiqamah mengikuti ajarannya, akan mendapat bagian dari al-Kautsar—di dunia berupa keberkahan hidup, dan di akhirat berupa minuman dari telaga beliau. (*)
Kamis, 24 Juli 2025
Penulis: Fim