Peringatan Hari Pramuka 2025: Lebih dari Sekadar Seremonial, Pramuka sebagai Penjaga Kemanusiaan di Tengah Gejolak Sosial

Setiap tanggal 14 Agustus, jutaan anggota Pramuka di seluruh Indonesia merayakan hari kelahiran Gerakan Pramuka dengan penuh semangat. Namun, di tengah hiruk-pikuk perayaan Hari Pramuka ke-64 tahun 2025 ini, muncul sebuah refleksi mendalam: apakah Pramuka hanya sebatas kegiatan ekstrakurikuler, ataukah ia memiliki peran yang lebih besar sebagai penjaga moral dan kemanusiaan di tengah gejolak sosial masyarakat yang tertindas?
Gerakan Pramuka, dengan prinsip dasar dan metode pendidikannya, telah menanamkan nilai-nilai luhur seperti kemandirian, kepemimpinan, dan kepedulian sosial. Namun, dalam realitas saat ini—ketika ketidakadilan ekonomi, penyalahgunaan kekuasaan, dan diskriminasi masih menjadi wajah keseharian—peran Pramuka harus lebih dari sekadar slogan. Ia harus menjadi api kecil yang menyala di tengah gelapnya penindasan sosial.
Pramuka memiliki potensi strategis dalam tiga aspek utama:
- Pendidikan Karakter dan Empati: Melalui kegiatan bakti sosial, tanggap bencana, dan pengabdian masyarakat, Pramuka membentuk anggota yang memiliki empati tinggi. Mereka dilatih untuk memahami penderitaan orang lain secara langsung, menjadi modal penting untuk membangun solidaritas dengan masyarakat yang terpinggirkan.
- Pemberdayaan dan Advokasi: Dengan jejaring yang luas dari tingkat lokal hingga nasional, Pramuka dapat menjadi jembatan komunikasi antara masyarakat kecil dan pemangku kebijakan. Mereka bisa memfasilitasi pelatihan keterampilan, membantu literasi hukum, atau menggalang kampanye untuk mendukung hak-hak warga yang terpinggirkan.
- Pelestarian Nilai Gotong Royong: Di tengah krisis sosial, kegiatan Pramuka yang menuntut kerja sama dapat menjadi ruang untuk membangun kembali rasa saling percaya dan gotong royong, yang kian memudar di masyarakat yang terfragmentasi.
Studi Kasus Konkret: Pramuka di Garis Depan Bencana
Sejarah mencatat, Gerakan Pramuka telah menjadi garda terdepan dalam berbagai krisis kemanusiaan di Indonesia. Keberadaan mereka bukan hanya isapan jempol, melainkan tindakan nyata di lapangan:
- Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah (Januari 2025): Saat banjir melanda, anggota Pramuka sigap membantu evakuasi warga dan memperbaiki tanggul yang jebol.
- Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat (Februari 2025): Tim Satgas Pramuka Peduli menjadi pihak pertama yang mendistribusikan bantuan logistik kepada korban banjir di daerah terpencil.
- Kabupaten Lumajang, Jawa Timur (2021): Dalam penanganan erupsi Semeru, Pramuka berperan aktif dari evakuasi hingga pendampingan trauma healing. Keberhasilan ini bahkan diakui dengan Catatan Rekor MURI.
- Kabupaten Lembata, Nusa Tenggara Timur: Anggota Pramuka turut serta dalam operasi pencarian korban hilang dan evakuasi saat banjir bandang melanda, menunjukkan keberanian dan pengabdian di situasi paling genting.
Kisah-kisah ini menegaskan bahwa Pramuka bukan hanya organisasi pendidikan, melainkan sentinel kemanusiaan yang turun tangan saat masyarakat menghadapi krisis nyata.
Jika nilai-nilai Tri Satya dan Dasa Darma benar-benar dijalankan, maka Pramuka tidak akan menjadi sekadar kenangan masa sekolah. Ia akan menjadi bagian dari perjuangan rakyat untuk hidup bermartabat, menjadi pelita kecil yang menguatkan harapan bahwa keadilan dan kemanusiaan masih layak diperjuangkan.
Di tengah gelapnya penindasan sosial, Pramuka bisa menjadi api kecil yang menyalakan semangat untuk meraih keadilan. Selamat Hari Pramuka! (*)
Penulis: Fim